Rabu 10 May 2023 13:21 WIB

Akhirnya Revisi Aturan Terkait Kuota Caleg Perempuan, KPU Akui Diprotes Pemerintah

Keterwakilan perempuan merupakan salah satu aspek dari target kegiatan pemerintah.

Rep: Febryan A/ Red: Andri Saubani
Ketua KPU Hasyim Asyari. KPU akhirnya merevisi PKPU 10/2023 terkait aturan kuota caleg perempuan. (ilustrasi)
Foto: Republika/Prayogi
Ketua KPU Hasyim Asyari. KPU akhirnya merevisi PKPU 10/2023 terkait aturan kuota caleg perempuan. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI akhirnya mau merevisi ketentuan penghitungan calon anggota legislatif (caleg) perempuan, usai dikritik banyak kalangan karena berpotensi mengurangi jumlah caleg perempuan. Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari mengakui, Pemerintah ikut mendorong KPU agar mengubah ketentuan tersebut.

"Dorongan ini juga datang dari pemerintah. Kami mendapatkan komunikasi dari Kementerian PPPA," kata Hasyim saat konferensi pers di kantornya, Jakarta, Rabu (10/5/2023). 

Baca Juga

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), ujar Hasyim, pada intinya menyampaikan bahwa keterwakilan perempuan merupakan salah satu aspek dari target kegiatan pemerintah. Karena itu, Kementerian PPPA meminta KPU mengubah regulasi penghitungan kuota caleg perempuan agar selaras dengan target Pemerintah. 

"Artinya, apa yang disampaikan publik terkaitan bagaimana menghitung keterwakilan perempuan minimal 30 persen itu (dalam pencalonan bakal anggota legislatif) DPR RI, DPRD provinsi, maupun DPRD kabupaten/kota, juga direspons oleh pemerintah," kata Hasyim. 

Terkait pengubahan ketentuan penghitungan caleg perempuan itu sendiri, Hasyim mengatakan pihaknya akan merevisi Pasal 8 ayat 2 Peraturan KPU (PKPU) Nomor 10 Tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota. Saat ini, pasal tersebut mengatur bahwa hasil penghitungan 30 persen kuota caleg perempuan dibulatkan ke bawah. 

"Akan dilakukan perubahan menjadi: dalam hal penghitungan 30 persen jumlah bakal calon perempuan di setiap dapil menghasilkan angka pecahan, dilakukan pembulatan ke atas," kata Hasyim. 

Hasyim menambahkan, pihaknya juga akan menambah dua pasal dalam revisi PKPU tersebut. Pasal tambahan ini mengharuskan partai politik yang sudah kadung menyerahkan daftar caleg-nya dan kuota perempuannya belum terpenuhi, maka harus melakukan perbaikan.

Partai dipersilakan mengubah daftar caleg hingga masa akhir pendaftaran pada Ahad (14/5/2023) dan saat masa perbaikan dokumen pada kemudian hari. KPU RI, lanjut dia, akan segera mengonsultasikan revisi PKPU ini dengan DPR dan Pemerintah.

Konsultasi ini merupakan perintah UU Pemilu. Hasyim tak bisa memberikan jaminan bahwa hasil revisi ini bakal disetujui oleh Komisi II DPR. 

KPU setuju merevisi ketentuan kontroversial itu usai mengikuti forum tripartit dengan pimpinan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) pada Selasa (9/5/2023) malam. Rapat dadakan itu merupakan tindak lanjut usai Bawaslu RI didesak oleh Koalisi Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan agar segera menerbitkan rekomendasi revisi kepada KPU. 

Koalisi sipil yang terdiri atas 23 organisasi itu bahkan mengancam bakal menggugat PKPU tersebut ke Mahkamah Agung. Mereka menilai Pasal 8 ayat 2 soal penghitungan ke bawah itu bermasalah karena dapat mengurangi jumlah caleg perempuan. 

Sebagai contoh, di sebuah dapil terdapat empat kursi anggota dewan dan partai politik hendak mengajukan empat bakal caleg. Dengan ketentuan kuota 30 persen, berarti partai politik harus mengajukan 1,2 orang caleg perempuan. 

Lantaran ada ketentuan pembulatan ke bawah, partai akhirnya hanya wajib mendaftarkan 1 caleg perempuan. Padahal, 1 caleg perempuan dari empat caleg persentasenya 25 persen. Adapun UU Pemilu mengharuskan partai mengusung 30 persen caleg perempuan. Berdasarkan penghitungan koalisi, ketentuan pembulatan ke bawah akan mengurangi 600 lebih caleg DPR RI perempuan.

 

photo
Tiga Parpol Berpeluang Menang di Pemilu 2024 - (infografis Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement