Selasa 09 May 2023 12:07 WIB

KPPPA: Pengasuhan Positif Cegah Perkawinan Anak

KPPPA sebut pengasuhan yang positif bisa mencegah perkawinan anak.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Bilal Ramadhan
Cincin perkawinan (ilustrasi). KPPPA sebut pengasuhan yang positif bisa mencegah perkawinan anak.
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Cincin perkawinan (ilustrasi). KPPPA sebut pengasuhan yang positif bisa mencegah perkawinan anak.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) mendorong para orang tua mengimplementasikan pengasuhan positif guna mencegah perkawinan anak di Indonesia. Dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 disebutkan batas usia minimal perkawinan di Indonesia adalah 19 tahun. 

Asisten Deputi Pemenuhan Hak Anak Bidang Pengasuhan dan Lingkungan KPPPA, Rohika Kurniadi Sari menganjurkan pengasuhan dengan metode disiplin positif menerapkan pengasuhan yang tidak selalu menyetujui apapun keinginan anak; tidak membiarkan anak melalukan apapun yang diinginkan; dan bukan tanpa aturan, batasan, atau harapan. 

Baca Juga

"Hal ini diharapkan dapat menurunkan angka perkawinan anak karena orang tua dapat memberikan pertimbangan rasional terkait dampak negatif yang disebabkan oleh perkawinan anak," kata Rohika dalam keterangan pers pada Senin (8/5/2023). 

Berdasarkan Laporan Pencegahan Perkawinan Anak: Percepatan yang Tidak Bisa Ditunda Tahun 2020, 1 dari 9 anak Indonesia menikah sebelum usia 18 tahun. Data 2021 juga menunjukkan perkawinan anak Indonesia berada pada angka 9,23 persen. 

Beberapa daerah di Kalimantan Timur, berada di atas angka nasional, diantaranya Kabupaten Paser (21,84 persen); Kabupaten Kutai Kartanegara (15,96 persen); Kabupaten Kutai Barat (15,7 persen); Kabupaten Berau (11 persen); dan Kabupaten Penajam Paser Utara (9,29 persen). 

"Ini harus menjadi perhatian bersama seluruh pihak," ujar Rohika. 

Rohika juga menyebut perkawinan anak menyebabkan dampak negatif di berbagai aspek kehidupan anak. Hal ini mencakup putus sekolah, pekerja anak, kemiskinan. Bahkan dapat mempengaruhi kesehatan ibu dan anak, diantaranya kematian ibu, kanker serviks, preeklamsia, kematian bayi, stunting, dan berat badan lahir rendah.

"Serta permasalahan sosial lainnya, termasuk kekerasan dalam rumah tangga, pola asuh yang salah, hingga identitas anak," sebut Rohika.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement