Sabtu 06 May 2023 05:10 WIB

Jokowi Dinilai Sudah Membuat Garis Tegas Pemisah dengan Nasdem

Yang terbaru, Jokowi tak mengundang Surya Paloh di pertemuan dengan ketum parpol.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Andri Saubani
Presiden Joko Widodo.
Foto: Tangkapan Layar/BPMI Sekretariat Presiden
Presiden Joko Widodo.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebagai partai politik pendukung pemerintah, Nasdem belakangan berulang kali tidak mendapatkan undangan pertemuan antara Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan ketua umum parpol pendukung. Kondisi ini dinilai sebagai garis tegas yang telah dibuat Jokowi.

"Berarti memang pemerintahan saat ini sudah menahbiskan kami dan anda, kami adalah yang mencoba meneruskan dan anda yang mencoba menggantikan kami," kata pengamat politik Hendri Satrio, Jumat (5/5/2023).

Baca Juga

Namun, ia mengingatkan, Jokowi salah jika berasumsi orang-orang yang didukungnya itu menuruti kemauannya ketika sudah menjabat. Sebab, ketika menjabat, mereka akan memiliki otoritas sendiri melanjutkan atau tidak.

Meski begitu, Hendri berpendapat, tetap menjadi hak Presiden Jokowi jika ingin mengumpulkan koalisi partai-partai pendukungnya. Walaupun, ia merasa, seharusnya pertemuan semacam itu tidak dilaksanakan di Istana.

Ia menyarankan, Presiden Jokowi mencontoh apa yang dilakukan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri, yang menyelamatkan demokrasi. Artinya, Jokowi bisa mengawal demokrasi seperti presiden-presiden sebelumnya.

"Memberi kesempatan kepada anak bangsa sebagai calon presiden layaknya presiden sebelumnya memberikan kesempatan kepada dirinya, presiden sebelumnya tidak sibuk meng-endorse endorse," ujar Hensat.

Hendri juga memuji Megawati yang memastikan demokrasi berjalan dalam rela yang ada dengan mengumumkan Ganjar Pranowo sebagai capres PDIP. Bahkan, menegaskan dua periode merupakan batas maksimal presiden.

Selain itu, ia melihat, Megawati tampak semringah atas dukungan PPP kepada Ganjar Pranowo di Pilpres 2024. Hal ini sekaligus menunjukkan ke Megawati kalau Ganjar bisa membuat PDIP bekerja sama dengan parpol lain.

Apalagi, lanjut Hendri, sempat terjadi semacam 'lost track' ketika Presiden Jokowi mengumpulkan ketua umum partai politik saat Megawati di Jepang. Hal itu dirasa turut mendorong Megawati mengumumkan Ganjar.

"Bu Mega ingin mengingatkan kembali saya yang punya tiketnya, keputusan ada di saya, walaupun presiden bisa meng-endorse dia tidak punya tiket," kata Hendri. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement