REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), sebuah lembaga pemantau pemilu terakreditasi resmi di Bawaslu RI, menemukan delapan eks narapidana kasus korupsi bakal mendaftar sebagai calon anggota DPD RI pada Pemilu 2024. JPPR meminta KPU memastikan delapan orang itu tidak melanggar ketentuan larangan eks narapidana menjadi calon DPD selama lima tahun usai bebas.
Manajer Pemantauan Sekretariat Nasional JPPR, Aji Pangestu menjelaskan, delapan orang itu merupakan bagian dari 700 bakal calon DPD yang telah dinyatakan memenuhi syarat minimal dukungan dan sebaran pemilih. Lantaran sudah memenuhi syarat, delapan orang itu diyakini bakal mendaftar secara resmi.
KPU provinsi membuka pendaftaran calon DPD pada 1-14 Mei 2023. Aji menyebut, delapan koruptor itu hendak menjadi calon anggota DPD dari enam provinsi.
"Hasil pantauan JPPR ini masih sangat terbatas mengingat tim pemantauan JPPR tidak secara menyeluruh di setiap pelosok daerah, maka tidak menutup kemungkinan masih ada potensi beberapa calon anggota DPD lainnya yang juga mantan terpidana korupsi," ujarnya lewat siaran pers di Jakarta, Jumat (5/5/2023).
Aji membeberkan kasus para koruptor itu tanpa menyebutkan namanya. Di Provinsi Sumatra Barat, ada satu bakal calon yang terlibat kasus suap impor gula Perum Bulog. Dia divonis 4,5 tahun penjara pada 2016 lalu.
Di Aceh, satu bakal calon terlibat kasus korupsi pembelian dua unit helikopter saat dia menjabat sebagai Gubernur Aceh. Si maling tersebut dijatuhi hukuman 10 tahun penjara pada 2005.
Di Provinsi Yogyakarta, ada satu bakal calon DPD yang terlibat kasus korupsi dana purna tugas DPRD Kota Yogyakarta. Dia divonis empat tahun penjara pada 2010. Di Provinsi Bengkulu, ada juga eks koruptor yang hendak menjadi calon senator.
Dia terlibat kasus gratifikasi penanganan bantuan daerah, tunggakan dana bagi hasil, dan penyertaan modal BUMD Provinsi Sumatra Utara. Dia dihukum 1,5 tahun penjara pada 2015.
Di Nusa Tenggara Barat (NTB), ada dua orang. Pertama, bakal calon DPD yang terlibat kasus korupsi proyek rehab SD/SMP tahun 2018. Dia divonis dua tahun penjara pada 2019. Kedua, bakal calon yang terlibat kasus perizinan pemanfaatan lahan dan pemerasan calon investor senilai Rp 1,7 miliar. Dia dihukum tujuh tahun penjara pada 2012.
Di Kalimantan Timur juga ada dua orang. Pertama, bakal calon yang pernah terlibat kasus korupsi dana asuransi anggota DPRD Kota Bontang 2000-2004. Dia dijatuhi hukuman 2 tahun penjara pada 2017. Kedua, bakal calon yang terlibat kasus suap proyek pembangunan PLTU. Orang tersebut divonis tiga tahun penjara pada 2012.
Aji meminta KPU memverifikasi berkas pendaftaran delapan bakal calon DPD eks koruptor itu secara cermat. Terutama, terkait Pasal 15 huruf g Peraturan KPU Nomor 11 Tahun 2023 tentang Pencalonan Perseorangan.
Pasal tersebut merupakan turunan dari putusan Mahkamah Konstitusi. Pasal itu menyatakan, eks narapidana yang melakukan kejahatan dengan ancaman penjara lima tahun atau lebih, baru bisa menjadi calon anggota DPD apabila sudah melewati masa tunggu selama lima tahun sejak bebas.
Aji mengingatkan agar KPU jangan sampai kecolongan meloloskan eks napi koruptor yang belum lima tahun bebas. "KPU harus cermat melihat berkas pendaftaran calon anggota DPD pada tahapan verifikasi administrasi mendatang dan Bawaslu harus jeli dalam proses pengawasannya," kata Aji.