Rabu 12 Apr 2023 18:22 WIB

Jejak Anas di Korupsi Hambalang dan Langgam Menantang 'Gantung Anas di Monas'

Pengamat menilai glorifikasi kebebasan Anas tak menghapus catatan hitam korupsinya.

Mantan Ketum Anas Urbaningrum bebas bersyarat dari Lapas Sukamiskin, Kota Bandung, Selasa (11/4/2023).
Foto: Republika
Mantan Ketum Anas Urbaningrum bebas bersyarat dari Lapas Sukamiskin, Kota Bandung, Selasa (11/4/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Fergi Nadira B, Fauziah Mursid

Anas Urbaningrum telah merampungkan masa hukuman penjara delapan tahun di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat, pada Selasa (11/4/2023). Anas adalah narapidana kasus korupsi proyek pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional Hambalang pada 2010-2012. 

Baca Juga

Berdasarkan data yang dirangkum dari Pusat Data Republika, mantan ketua umum Partai Demokrat itu ditetapkan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Februari 2013. Penetapan tersebut dilalui melalui jalan panjang penyelidikan KPK dan merujuk pada hubungan internal Partai Demokrat sendiri.

Beberapa bulan sebelumnya, Anas yang masih berkapasitas sebagai Ketum Demokrat tidak mengakui keterlibatannya pada kasus korupsi. "Satu rupiah saja Anas korupsi di Hambalang, gantung Anas di Monas," kata Anas pada 2012.

Saat itu, pria kelahiran Blitar 1969 itu kesal terus ditanya soal keterlibatannya dalam korupsi Hambalang. Namun, KPK berkata lain yang pada akhirnya menetapkannya sebagai tersangka dugaan gratifikasi proyek Hambalang.

Usai ditetapkan tersangka, Anas mengaku masih bingung apakah masalah yang dihadapinya saat itu peristiwa hukum atau peristiwa politik. Namun, saat itu, Anas tetap menghargai proses hukum dan percaya Indonesia adalah negara yang berlandaskan hukum bukan kekuasaan.

Nama Anas terseret usai kasus korupsi oleh mantan bendahara partai demokrat Nazaruddin terembus. KPK terlebih dahulu mencium dugaan suap Nazaruddin dalam pembangunan Wisma Atlet SEA Games di Palembang. 

Nazaruddin ditetapkan tersangka sejak 4 Juni 2011, namun melarikan diri hingga tertangkap di Cartagena, Kolombia pada 6 Agustus 2011. Nazaruddin terbukti bersalah menerima komisi 13 persen atau sejumlah Rp 25 miliar yang baru diterima sejumlah Rp 4,3 miliar. 

Dia kemudian menjalani sidang perdana pada 16 November 2011. Dalam pembelaannya, Nazaruddin menyebutkan keterlibatan Anas Urbaningrum dalam korupsi wisma atlet yang lain, yaitu Hambalang.

Nazaruddin menyatakan, Anas mengatur agar PT Adhi Karya menangi proyek pembangunan wisma atlet di Bogor, Jawa Barat itu. Menurut Nazaruddin, keterlibatan Anas sebagai pengatur proyek Wisma Hambalang bernilai Rp 1 triliun itu didasari oleh kebutuhan Anas untuk menyelenggarakan Kongres Partai Demokrat. Saat itu, dikatakan Anas membutuhkan sekitar Rp 100 miliar agar dapat terpilih sebagai Ketua Umum Partai Demokrat.

KPK Incar Anas

Pengakuan Nazaruddin lalu menguatkan KPK untuk menyelidiki Anas. Lembaga antisurah itu mendalami dugaan korupsi pada pembangunan Wisma Atlet Hambalang pada Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON)-nya.

Dalam penyelidikannya, KPK menemukan bukti-bukti bahwa Anas menerima hadiah atau gratifikasi sebesar Rp 2,21 miliar dari PT Adhi Karya. Selain itu, Toyota Harrier seharga Rp 670 juta juga diterimanya hingga gratifikasi lainnya.

Hakim pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menyatakan Anas juga terbukti menerima suap sebesar Rp 25,3 miliar dan 36 ribu dolar AS dari Permai Grup. Sementara dari Nazaruddin, hakim menyatakan Anas terbukti menerima Rp 30 miliar dan 5,2 juta dolar AS. 

Di Pengadilan Tipikor Jakarta, Anas divonis delapan tahun penjara dan diwajibkan membayar denda Rp 300 juta subsider kurungan selama tiga bulan. Vonis ini jauh lebih ringan dari tuntutan 15 tahun penjara karena salah satu dakwaan tidak terbukti.

Tak terima dengan vonis delapan tahunnya, Anas kemudian ajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI dan menerima keringanan hukuman menjadi tujuh tahun.

Namun pada tingkat kasasi, hukuman terhadap Anas justru diperberat menjadi 14 tahun penjara oleh Mahkamah Agung. Anas kemudian mengajukan Peninjauan Kembali (PK) terkait kasusnya. Hasilnya, hukuman Anas disunat selama enam tahun sehingga dia hanya dihukum 8 tahun penjara, kembali pada vonis awal Pengadilan Tipikor.

Dalam putusan PK, Mahkamah Agung menilai ada kekhilafan hakim dalam putusan kasasi terhadap Anas Urbaningrum. Termasuk soal pertimbangan putusan serta penerapan pasal. 

Putusan PK pada 2020 juga merevisi soal pencabutan hak politik. Hukuman tambahan diperjelas bahwa hak politik Anas dicabut selama lima tahun setelah menjalani pidana penjara.

Pada April 2023, Anas dinyatakan telah menyelesaikan masa hukuman delapan tahun tersebut. Anas bebas pada Selasa (11/4/2023) dan disambut oleh ratusan pendukungnya di depan lapas Sukamiskin Bandung.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement