Rabu 12 Apr 2023 12:01 WIB

Banyak Dinamika Wujudkan Koalisi Besar Pilpres 2024

Faktor capres dan cawapres dalam penentuan koalisi besar penting.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Yusuf Assidiq
Direktur Eksekutif Algoritma, Aditya Perdana (tengah)
Foto: Republika/Prayogi
Direktur Eksekutif Algoritma, Aditya Perdana (tengah)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koalisi besar pencapresan yang menggabungkan Koalisi Indonesia Bersatu dan Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya, semakin menguat. Terakhir, beberapa partai seperti Perindo berkeinginan merapat. Bahkan, PDIP membuka pintu berkoalisi.

Direktur Eksekutif Algoritma, Aditya Perdana mengatakan, dalam kacamata elit, kebutuhan koalisi besar ingin dilakukan atas dasar beberapa pertimbangan. Satu, perlunya capres dan cawapres yang dapat melanjutkan agenda pembangunan Jokowi.

Kedua, adanya kebutuhan untuk dapat memenangkan pilpres dengan peluang besar yang ditopang dengan elektabilitas dari capres-cawapres yang tinggi. Sehingga, ada peluang agar pelaksanaan pilpres hanya dilakukan satu ronde saja.

Argumennya tentu terkait efisiensi anggaran pemilu. Namun, faktor capres dan cawapres dalam penentuan koalisi besar penting. Tidak mudah mencocokkan capres dan cawapres dengan peluang keterpilihan yang baik berdasarkan banyak survei.

"Misalkan, memposisikan Puan Maharani sebagai capres yang disandingkan cawapres siapapun merupakan tidak mudah untuk meningkatkan peluang kemenangan koalisi karena elektabilitas Puan Maharani relatif rendah," kata Aditya.

Hal yang sama turut dialami dengan Airlangga Hartarto yang memiliki posisi tidak menguntungkan. Sedangkan, peluang Ganjar disandingkan dengan cawapres siapapun yang populer tentu punya peluang bagus karena elektabilitas Ganjar tinggi.

Masalahnya, dalam PDIP belum ada putusan dari kedua nama yang resmi dicalonkan. Padahal, PDIP memosisikan diri sebagai faktor penting nanti bila bergabung. Hal yang menarik pula ada semacam dukungan yang dilakukan oleh Presiden Jokowi

Berdasarkan survei Algoritma terakhir, capres yang diyakini dapat melanjutkan agenda Jokowi bagian dari koalisi Ganjar dan Prabowo. Namun, pemilih merasa dukungan yang dilakukan Jokowi tidak serta merta akan 100 persen diikuti pemilih.

Dosen Ilmu Politik Fisip UI ini mengingatkan, mereka akan melihat pula terkait dengan kapasitas dan rekam jejak calon. Dalam konteks itu, dukungan tidak jadi pertimbangan utama pemilih. Karenanya, ia merasa, koalisi besar memang dapat terwujud.

"Namun, itu tidak mudah dalam koalisi karena ada banyak dinamika yang tentu harus diselesaikan," ujar Aditya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement