Selasa 04 Apr 2023 00:02 WIB

Peneliti BRIN Duga Koalisi Besar Ingin Pilpres 2024 Diikuti Dua Pasangan Calon

Pembahasan koalisi besar pendukung pemerintah tanpa kehadiran PDIP dan Nasdem.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Agus raharjo
Presiden Jokowi menyampaikan penjelasan kepada awak media terkait petemuan tertutupnya dengan lima ketua umum partai politik koalisi Pemerintah di Kantor DPP PAN, Jakarta Selatan, Ahad (2/4/2023).
Foto: Republika/Febryan A
Presiden Jokowi menyampaikan penjelasan kepada awak media terkait petemuan tertutupnya dengan lima ketua umum partai politik koalisi Pemerintah di Kantor DPP PAN, Jakarta Selatan, Ahad (2/4/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Lili Romli menduga elite partai politik pendukung pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin yang mewacanakan koalisi besar ingin Pilpres 2024 diikuti dua pasangan calon presiden dan wakil presiden. Menurut Lili Romli, parpol pendukung pemerintah hanya ingin mengamankan kekuasaaannya di pemerintah selanjutnya.

"Dengan lima partai tersebut akan membangun koalisi besar, bisa jadi nanti hanya dua pasang capres. Tampaknya para elite partai tidak mau memanfaatkan coattail effect dari pemilu serentak, mereka lebih tergiur dengan kemenangan dan kekuasaan yang nanti mereka dapat," tutur Romli saat dihubungi, Senin (3/4/2023).

Baca Juga

Lili Romli mengatakan, kerja sama antarpartai politik untuk Pilpres 2024 hingga saat ini masih dinamis. Bahkan, menurutnya, pembentukan Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) dan Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR) hanyalah tes ombak saja.

"Partai-partai dengan membentuk KIB dan KKIR masih dan dinamis, hal karena terkait dengan sosok capres dan pragmatisme partai-partai. Mereka sebenarnya dalam gercep (gerak cepat) membentuk koalisi tadi hanya tes ombak aja," ujar Romli.

Jika hanya ada dua pasangan calon capres-cawapres, hanya tersisa satu tempat sebagai pasangan calon yang akan melawan Anies Baswedan. Sebab, hingga saat ini, baru Anies yang sudah memenuhi syarat untuk maju sebagai capres dengan dukungan tiga partai politik.

"Akhirnya rakyat di-fait accompli (keadaan yang dihadapi), tidak beri pilihan terhadap banyak kandidat," tegasnya.

Padahal, pada awalnya ia memuji langkah Partai Golkar, PAN, dan PPP yang sejak awal membentuk KIB. Hal serupa juga diikuti Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya yang beranggotakan Partai Gerindra dan PKB.

Lili Romli menilai, jika dua koalisi tersebut terus terjalin dan komitmen hingga Pilpres 2024, kontestasi nasional bisa diikuti tiga poros. Tinggal menunggu sikap Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang akan membuat poros baru atau bergabung dengan koalisi yang sudah ada.

"(Jika ada tiga poros koalisi) polarisasi yang terjadi seperti dalam pilpres sebelumnya akan berkurang, bahkan mungkin tidak akan muncul lagi. Karena dalam setiap koalisi memadukan unsur Islam dan nasionalis. Selain itu rakyat juga memiliki pilihan-pilihan alternatif karena banyak calon yang maju," ujar Romli.

Sebelumnya, Presiden Jokowi menggelar pertemuan tertutup bersama lima ketua umum partai politik usai Silaturahim Ramadhan yang digelar Partai Amanat Nasional (PAN), Ahad (2/4/2023). Usai pertemuan tertutup yang tak dihadiri PDIP dan Nasdem itu, muncul wacana penggabungan KIB dan KKIR menjadi satu koalisi besar.

Jokowi mengakui ada kecocokan terhadap wacana koalisi besar yang bakal menggabungkan kelima partai. "Saya hanya bilang cocok," ujar Jokowi dalam keterangan persnya di Kantor DPP PAN di Kalibata, Pancoran, Jakarta Selatan, Ahad (2/4/2023).

"Terserah kepada ketua-ketua partai atau gabungan ketua partai. Untuk kebaikan negara untuk kebaikan bangsa untuk rakyat, hal yang berkaitan bisa dimusyawarahkan itu akan lebih baik," kata Jokowi menambahkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement