Rabu 29 Mar 2023 04:50 WIB

Negara-Negara Asal Ballpress Pakaian Bekas Ilegal dan Alasan Bea Cukai tak Bisa Menindak

Menkop Teten menilai peraturan impor di Indonesia terlalu longgar.

Petugas Bea Cukai memeriksa pakaian bekas saat rilis dan pemusnahan barang bukti hasil operasi penindakan Balepressed (Pakaian Bekas Ilegal) di Tempat Penimbunan Pabean (TPP) Bea Cukai Cikarang, Jawa Barat, Selasa (28/3/2023). Bea Cukai bekerja sama dengan Bareskrim Polri menyita 7.363 bal pakaian bekas (balepress) asal impor senilai lebih dari 80 miliar rupiah di wilayah Jabodetabek. Penindakan ini merupakan tindak lanjut arahan Presiden Republik Indonesia terkait penanganan peredaran pakaian bekas ilegal impor yang mengganggu industri tekstil dalam negeri.
Foto:

Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengusulkan, adanya satu pelabuhan khusus bagi barang impor, terutama untuk produk tekstil dan pakaian impor. Tujuannya untuk mengantisipasi penyelundupan.

"Sudah saatnya Indonesia memiliki satu pelabuhan khusus untuk barang-barang impor," ujar Teten, Selasa (28/3/2023).

Ia menyarankan, lokasi berlabuhnya produk impor itu di Pelabuhan Sorong, Papua. Jadi dari Sorong baru bisa masuk ke pelabuhan lain di Pulau Jawa. Maka, secara harga, produk Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) tetap bisa kompetitif dengan produk impor.

"Sah kita mengatur seperti itu. Tujuannya melindungi produk lokal agar lebih kompetitif," tuturnya.

Teten pun berharap ada pembatasan terhadap produk impor, karena pasar luar juga memberlakukan restriksi terhadap produk impornya demi memperkuat produk lokal mereka. Menurutnya, peraturan impor di Tanah Air terlalu longgar.

"Kita ini terlalu longgar. Saya usul ke Mendag, termasuk yang impor legal, kita minta juga ada restriksi. Barang kita di luar sana juga banyak dihambat, salah satunya dengan isu lingkungan, dan sebagainya," tegas dia.

Dirinya menambahkan, jangan terlalu banyak pintu masuk bagi produk impor. Jika ditempatkan di satu lokasi saja, kata dia, akan lebih mudah mengontrolnya.

"Jadi, kalau ada yang mau masuk ke pelabuhan lain, bisa dipastikan itu ilegal," ujarnya.

Harus diakui, sambung dia, China mempunyai bahan baku untuk semua produk tekstil dan pakaian jadi, sehingga Indonesia cenderung susah bersaing dengan produk mereka. Meski begitu, lanjutnya, dengan pemberlakuan restriksi, produk lokal bisa dilindungi.

Teten menyebutkan, unrecorded import termasuk impor ilegal pakaian dan alas kaki jumlahnya sangat besar, rata-rata 31 persen total pasar domestik, atau tidak terlalu jauh berbeda dengan impor legal. Pada 2020, unrecorded import atau impor yang tidak tercatat, jumlahnya lebih besar yaitu mencapai Rp 110,288 triliun dibanding impor legal yang sebesar Rp 104,6 triliun.

"Keberadaan unrecorded import ini mengganggu produksi domestik yang cenderung menurun sejak 2019 dan tidak memengaruhi impor pakaian legal termasuk China yang terus meningkat sejak 2020," jelas Teten.

Maka, Teten menyebutkan, langkah perlindungan UMKM saat ini sangat tepat. Jadi di sisi hulu diberantas impor ilegal dan di sisi hilirnya diberikan advokasi dan sosialisasi tentang Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia, agar masyarakat cinta dan beli produk dalam negeri. 

"Langkah penegakan hukum ini harus terus berlanjut. Sampai menimbulkan efek jera terhadap para penyelundupnya," tegasnya.

 

photo
Risiko memakai pakaian bekas. - (Republika)

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement