Senin 27 Mar 2023 00:15 WIB

BMKG: 50-60 Persen El Nino Berpeluang Terjadi pada Semester Dua 2023

Kondisi El Nino umumnya memberikan dampak berkurangnya curah hujan di Indonesia.

Dampak El Nino (ilustrasi). Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi sebesar 50-60 persen fenomena El Nino berpeluang terjadi pada semester dua 2023.
Foto: Republika/Adhi Wicaksono
Dampak El Nino (ilustrasi). Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi sebesar 50-60 persen fenomena El Nino berpeluang terjadi pada semester dua 2023.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi sebesar 50-60 persen fenomena El Nino berpeluang terjadi pada semester dua 2023.

"Terkait prakiraan dinamika atmosfer-laut, La Nina diprediksi akan segera beralih ke fase netral pada periode Maret 2023 dan bertahan hingga semester pertama 2023. Sedangkan, pada semester kedua, terdapat peluang sebesar 50-60 persen bahwa kondisi netral akan beralih menuju fase El Nino," kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawati dikonfirmasi di Jakarta, Ahad (26/3/2023).

Baca Juga

Ia mengemukakan, kondisi El Nino umumnya memberikan dampak berkurangnya curah hujan di wilayah Indonesia dan berpotensi menimbulkan kekeringan meteorologis. Oleh karena itu, Dwikorita mengimbau kementerian/lembaga, pemerintah daerah, institusi terkait, dan seluruh masyarakat untuk lebih siap dan antisipatif terhadap kemungkinan dampak musim kemarau terutama di wilayah yang mengalami sifat musim kemarau bawah normal atau lebih kering dibanding biasanya.

"Wilayah tersebut diprediksi mengalami peningkatan risiko bencana kekeringan meteorologis, kebakaran hutan dan lahan, dan kekurangan air bersih," tuturnya.

Ia mengatakan, situasi itu memerlukan aksi mitigasi secara komprehensif untuk mengantisipasi dampak musim kemarau yang diperkirakan akan jauh lebih kering dari tiga tahun terakhir. Pemerintah daerah dan masyarakat, lanjut dia, dapat lebih optimal melakukan penyimpanan air pada akhir musim hujan ini untuk memenuhi danau, waduk, embung, kolam retensi, dan penyimpanan air buatan lainnya di masyarakat melalui gerakan memanen air hujan.

Dwikorita juga menyampaikan bahwa puncak musim kemarau pada 2023 diprediksi terjadi pada Agustus. Menurut dia, 289 ZOM (zona musim) atau sejumlah 41 persen wilayah memasuki musim kemarau lebih awal dari normalnya, 200 ZOM atau 29 persen wilayah memasuki musim kemarau sesuai normalnya, dan 95 ZOM atau 14 wilayah memasuki musim kemarau lebih lambat dari normalnya.

Dwikorita menjelaskan, wilayah yang akan mengalami musim kemarau lebih awal pada April 2023 meliputi Bali, NTB, NTT, dan sebagian besar Jawa Timur. Sedangkan wilayah yang memasuki musim kemarau pada Mei 2023 meliputi sebagian besar Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, sebagian besar Jawa Barat, sebagian besar Banten, sebagian Pulau Sumatera bagian selatan, dan Papua bagian selatan.

Sementara itu, kata dia, wilayah yang baru memasuki musim kemarau pada Juni 2023 meliputi Jakarta, sebagian kecil Pulau Jawa, sebagian besar Sumatera Selatan, Kepulauan Bangka Belitung, sebagian besar Riau, sebagian besar Sumatera Barat, sebagian Pulau Kalimantan bagian selatan, dan sebagian besar Pulau Sulawesi bagian utara.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement