REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Pendidikan Profesi Guru (PPG) dinilai harus mampu membangun komunitas guru yang selalu mau belajar serta mampu menyesuaikan dengan perubahan dunia pendidikan kekinian. Kalau itu tidak terjadi, PPG dinilai untuk menjadi sekadar prosedur mendapatkan tunjangan guru.
"Saya pikir tandanya adalah apakah setelah lulus dari PPG itu guru-guru itu mampu untuk tetap berkomunitas, atau lebih bagus lagi meluaskan ilmu yang diperolehnya itu untuk mengembangkan komunitas di sekolah sekolahnya," kata Pendiri Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM), Muhammad Nur Rizal, kepada Republika, Kamis (9/3/2023) malam.
Rizal menambahkan keberhasilan PPG juga bisa dilihat jika nantinya kemudian memunculkan powerful learning community. Artinya, komunitas tersebut bisa bersinergi dengan berbagai stakeholder untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, meningkatkan pembelajaran yang berbasis kebutuhan murid, dan terus meningkatkan proses pembelajaran yang terhubung dengan dunia nyata.
"Misalnya kerja sama dengan kaum profesional atau komunitas masyarakat, sehingga murid itu tidak hanya belajar di kelas kelas atau kurikulum-kurikulum tapi murid itu belajar di kehidupan kenyataan sehingga pengetahuannya itu punya nilai tambah, pengetahuannya itu bisa menjadi problem solver bagi kehidupan masyarakat sekitar. Itu kan perlu untuk mengajak komunitas komunitas masyarakat bersinergi ya," katanya menjelaskan.
"Ketika itu terjadi, PPG itu bukan sekadar prosedur tapi kalau itu tidak terjadi ya PPG sekadar prosedur tata aturan untuk meningkatkan profesionalisme, yang fungsinya hanya tunjangan guru nanti," ujarnya menambahkan.
Rizal juga menyoroti biaya yang harus dikeluarkan pemerintah untuk meluluskan satu guru PPG. Menurut dia, akan lebih baik jika anggaran PPG tersebut diarahkan untuk pengembangan komunitas pembelajaran. "Maka yang berkembang semua guru yang tergabung di komunitas itu sehingga tidak terjadi ketimpangan," ujarnya.
Ia menjelaskan bahwa ketimpangan guru saat ini masih terjadi saat ini. Belum lagi persoalan guru honorer yang tidak jadi diangkat karena ketidakjelasan anggaran. Menurut dia, pemerintah saat ini masih melakukan pendekatan program rutin yang meneruskan model-model pengembangan era-era sebelumnya, tetapi belum membuat terobosan yang signifikan untuk bisa meningkatkan kualitas guru dengan melompat dengan cara-cara yang baru.
"Sepertinya birokrasi di Kementerian Pendidikan ini belum mengikuti itu, baru pola pikirnya baru ke sana, tetapi belum punya cara-cara yang fit in dengan mindset-nya baru itu," ucapnya.
Rizal mengatakan, GSM banyak bekerja sama dengan guru-guru di Kabupaten Sleman. Ia mengajak agar para guru yang telah lulus PPG untuk bergabung dengan komunitas seperti GSM.
"Guru-guru yang habis ikut PPG itu bagus kalau bisa dilibatkan di komunitas GSM sehingga mindset-nya, ekosistemnya untuk bergerak bersama guru-guru yang lain itu kan sudah ada, untuk dia berkolaborasi berjejaring sudah ada, kalau nggak, dia akan kembali ke kelasnya masing-masing melakukan rutinitas padahal ekosistemnya tidak mendorong untuk berkolaborasi karena disibukkan dengan administrasi," katanya.
Sebelumnya, Bupati Sleman, Kustini Sri Purnomo, menyerahkan sertifikat pendidik kepada 185 Guru di wilayah Sleman yang lulus dalam Pendidikan Profesi Guru (PPG) dalam jabatan tahun 2022. Kustini mengatakan, sertifikat pendidik yang diterima oleh 185 guru di Sleman tersebut menjadi bukti kompetensi dan profesionalitas para guru sebagai tenaga profesional.
"Sertifikat pendidik diberikan kepada guru yang telah memenuhi persyaratan sebagai guru profesional dan lulus dalam Pendidikan Profesi Guru yang diselenggarakan oleh LPTK. Tentunya ini menjadi kabar baik dan patut dibanggakan," kata Kustini dalam keterangan tertulisnya, Rabu (8/3/2023).