REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB), Abdullah Azwar Anas, mengeklaim, pemerintah tengah memfinalisasi sejumlah opsi untuk penataan tenaga non-ASN atau biasa disebut tenaga honorer. Anas mengaku, pemerintah berusaha agar tidak ada pemberhentian.
“Yang jelas pemerintah berusaha agar tidak ada pemberhentian, tapi di sisi lain juga tidak menimbulkan tambahan beban fiskal yang signifikan dan tetap sesuai regulasi,” ujar Anas dalam siaran pers, Jumat (3/3/2023).
Anas menambahkan, opsi-opsi solusi telah dan sedang terus dibahas bersama DPR, DPD, Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi), Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi), Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI), BKN, dan beberapa perwakilan tenaga non-ASN.
“Seperti pekan lalu saya ketemu para gubernur dalam APPSI, kita bahas soal tenaga non-ASN. Semoga bisa segera sepakat solusinya dalam waktu yang tak lama lagi,” ujar Anas.
Anas menambahkan, para tenaga non-ASN ini memiliki peran yang cukup besar bagi masyarakat. Secara faktual, kata dia, tenaga non-ASN berperan dalam pelayanan publik dan sangat membantu dalam penyelenggaraan pelayanan publik seperti soal pendidikan, kesehatan, dan pelayanan publik lainnya. Karena itu, pemerintah mencari jalan terbaik yang dapat diterima semua pihak.
“Kita memang ada beberapa opsi, mulai soal pengangkatan sesuai skala prioritas, lalu ada opsi pengangkatan seluruhnya tapi ini nanti beban fiskal bisa melonjak signifikan, dan beberapa opsi lagi,” ujar mantan kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) itu.
Selain soal penataan tenaga non-ASN, Anas juga menggarisbawahi soal pentingnya distribusi ASN secara merata ke seluruh Indonesia, baik itu PNS maupun PPPK. Menurut dia, saat ini sebaran ASN belum merata, masih berpusat di Jawa.
“Jadi problem kita ini bukan hanya soal formasi ideal, jumlah ASN yang didayagunakan, tetapi juga distribusinya. Karena memang saat ini sebarannya belum merata, masih terpusat di Jawa, padahal seluruh Indonesia berhak mendapat pelayanan publik prima sebagaimana arahan Presiden,” ujar Anas.