Ahad 26 Feb 2023 09:28 WIB

Udahan Bahas Childfree, Ada Anak Punya Anak, Anak Begajulan

Persoalan anak punya anak, anak begajulan lebih nyata di depan mata.

Keluarga dengan dua anak (ilustrasi). Terdapat sejumlah faktor yang menjadi alasan bagi generasi milenial memutuskan untuk memiliki satu atau dua anak, bahkan childfree
Foto: freepik
Keluarga dengan dua anak (ilustrasi). Terdapat sejumlah faktor yang menjadi alasan bagi generasi milenial memutuskan untuk memiliki satu atau dua anak, bahkan childfree

Oleh : Reiny Dwinanda, Jurnalis Republika

REPUBLIKA.CO.ID,  Perdebatan soal childfree lagi-lagi memanas di media sosial karena konten Youtube Gita Savitri. Perempuan yang telah menikah dan tinggal di Jerman itu sudah berulang kali menjadi topik bahasan warganet karena dinilai mempromosikan childfree. Dia lebih suka berkeluarga tanpa anak salah satunya demi awet muda.

Pernyataan Gita memang bakal bikin gatal untuk berkomentar. Tetapi, semestinya itu jadi obrolan sekilas saja. 

Waktu dan atensi masyarakat tak semestinya terkuras untuk sesuatu yang berada di ranah privat seseorang. Biarkan saja dia dengan pilihannya, toh sudah dewasa, menikah, dan apapun yang disampaikannya di Youtube tak besar pengaruhnya pada pasangan lain. 

Andaikan ada yang terpengaruh, pasangan suami istri masih bisa berubah pikiran. Bagaimanapun, childfree tidak sesuai dengan fitrah manusia. Lagi pula, kalau Allah SWT menghendaki, anugerah berupa anak niscaya tetap akan hadir sekeras apapun mereka mencoba mencegahnya. 

Data dari BKKBN juga memperlihatkan pasangan yang mendambakan anak jauh lebih banyak. Merujuk angka total fertility rate yang telah tumbuh 2,1 persen, Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam pidatonya pada Januari lalu juga memastikan bahwa Indonesia tidak mengalami resesi seks. Fertility rate merupakan rata-rata jumlah anak yang dilahirkan oleh seorang perempuan selama masa reproduksi. 

Jadi...Yang seharusnya diributkan itu adalah "childfree" di kalangan anak-anak. Maksudnya, jangan sampai mereka punya anak dulu. 

Anak-anak harus dicegah agar tidak melakukan hubungan layaknya suami-istri. Ini lebih urgent untuk dibahas karena lebih relevan dan persoalannya nyata di depan mata.

Setiap bulan, ribuan anak Indonesia mengajukan dispensasi nikah. Menurut penelitian, pergaulan bebas dan kemiskinan menjadi latar belakangnya. 

Tentunya, pola pengasuhan berperan besar dalam mencegah anak terjerumus pergaulan bebas. Soal kemiskinan yang turut berperan, ini faktor pelik yang butuh intervensi pemerintah. 

Di samping itu, anak-anak juga ada yang memiliki anak setelah menjadi korban kejahatan seksual. Pelaku kebejatan itu mayoritas orang yang dekat dengan anak, entah ayah kandung, ayah tiri, kakek, paman, tetangga, pacar, guru, hingga pengasuh. 

Berdasarkan data Kemensos per 6 Januari 2022, jumlah anak hamil akibat kekerasan seksual yang telah ditangani oleh Kemensos sebanyak 780 orang. Artinya, ada ratusan anak yang tiba-tiba harus jadi "dewasa", menjadi seorang ibu. 

Sementara itu, kasus-kasus anak begajulan belakangan inj juga mencuat ke permukaan. Pada 3 Februari, seorang anak SMA di Jambi mengalami kecelakaan tunggal saat pergi bergaul malam-malam dengan membawa mobil operasional kantor ibunya yang merupakan kasubag Rumah Tangga DPRD Jambi.

Lalu, ada anak pejabat Ditjen Pajak yang menganiaya hingga koma anak SMA (17 tahun) yang merupakan mantan pacar kekasihnya. Perempuan yang disinyalir menjadi "biang keladi" penyerangan itu masih berusia 15 tahun.

Duh, anak di bawah umur pacaran...dengan pria dewasa pula ya! 

Kebengisan pria berusia 20 tahun itu membuat ayahnya kehilangan jabatannya sebagai kepala Bagian Umum Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jakarta Selatan Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Kasus itu juga menguak harta kekayaan orang tuanya yang dinilai tidak wajar. 

Salah anak? 

Dalam kasus anak-anak bermasalah, mereka tak bisa sepenuhnya disalahkan. Justru, peran orang tuanya yang harus disorot.

Kedua orang tua di Jambi dan Jakarta tersebut jelas sudah memberi contoh yang tidak baik sekaligus menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap abdi negara. Kelalaian mereka mendidik anak ibarat pepatah "menepuk air di dulang, terpercik muka sendiri".

Buat masyarakat luas, sederet kejadian itu bisa menjadi pelajaran bersama. Kita harus jadi orang tua yang bertanggung jawab, lebih hadir bagi anak. 

Kalau mau anak jadi orang baik, ayah dan ibunya juga harus menata dirinya untuk menjadi teladan. Di tengah kesibukan mencari nafkah, orang tua harus ingat anak bukan cuma butuh materi.

Mereka butuh kehadiran orang tuanya, ayah dan ibunya. Mereka juga perlu diajarkan spiritualitas agar kuat benteng moralnya, terutama di usia remaja yang menjadi masa pencarian jati diri. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement