Jumat 17 Feb 2023 09:47 WIB

Ada Nama Mensesneg Pratikno Ikut Tolak Pemberian Gelar Profesor Kehormatan

Ratusan dosen berbagai fakultas di UGM menolak pemberian guru besar kehormatan.

Rep: Erik PP/Febrianto Adi Saputro/Fernan Rahadi/ Red: Erik Purnama Putra
Balairung Universitas Gadjah Mada (UGM) di Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Foto: Dok UGM
Balairung Universitas Gadjah Mada (UGM) di Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Dokumen berisi ratusan dosen berbagai fakultas di Universitas Gadjah Mada (UGM) yang menolak penganugerahan gelar profesor kehormatan kepada individu di luar nonakademik viral di lini masa Twitter. Dokumen tersebut awalnya diunggah oleh akun Twitter @shidiqthoha dan telah dikonfirmasi Republika untuk diberitakan.

Surat penolakan para dosen tersebut ditembuskan kepada sekretaris dan anggota Majelis Wali Amanat UGM serta ketua, sekretaris, dan anggota Dewan Guru Besar UGM. Di antara yang menolak adalah Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisip) 84 dosen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) 70 dosen, Fakultas Biologi 45 dosen, Fakultas Psikologi 24 dosen, Fakultas Hukum 18 orang, dan Fakultas Filsafat tiga orang.

Kemudian, Fakultas Pertanian ada enam dosen, Fakultas Teknik adalah 11 dosen, Fakultas Ilmu Budaya lima dosen, Fakultas MIPA delapan dosen, Fakultas Kehutanan sembilan dosen, Fakultas Peternakan 14 dosen, dan Fakultas Kedokteran Gigi satu orang. Ada pula puluhan dosen dari Sekolah Vokasi yang ikut menolak.

Uniknya, dalam daftar nama terdapat figur tidak asing yang ikut menolak, yaitu Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno. Namanya berada di urutan ke-22 mewakili Fisip UGM. Bahkan, nama Pratikno di-bold sehingga mencolok di antara daftar dosen yang menolak pemberian gelar profesor kehormatan.

Baca juga : Polemik Profesor Kehormatan UGM, Rektor: KIta Buat Tim, Tapi Saya Gak Ngerti Kenapa Ramai

Dosen FEB, Akhmad Akbar Susamto, mengakui, ia termasuk dalam daftar yang menolak penganugerahan gelar profesor kehormatan. Dia menilai, penolakan tersebut didasarkan pada rencana UGM memberikan gelar profesor kehormatan kepada salah satu 'orang penting' di bidang ekonomi.

"Singkatnya, ada orang penting yang 'minta atau mau dikasih' profesor kehormatan. Kebetulan terkait departemen saya," kata Akbar kepada Republika.co.id di Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Kamis (16/2/2023).

 

Akbar mengatakan, alasan penolakan terhadap rencana pemberian gelar profesor kehormatan tersebut tertulis sebagaimana yang tertuang dalam dokumen yang viral di dunia maya. Akbar mengatakan, argumen detail penolakan juga telah disampaikan di rapat Senat UGM. "Yang ditolak bukan orangnya. Secara personal, 'orang penting' tadi sebenarnya cukup kompeten. Yang ditolak adalah praktik pemberian profesor kehormatan itu, siapa pun orangnya," ujarnya.

Baca juga : Megawati Pamerkan Capaian Punya Sembilan Gelar Doktor Kehormatan

Adapun dokumen tersebut berisi enam poin. "Profesor merupakan jabatan akademik, bukan gelar akademik. Jabatan akademik memberikan tugas kepada pemegangnya untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban akademik. Kewajiban-kewajiban akademik tersebut tidak mungkin dilaksanakan oleh seseorang yang memiliki pekerjaan dan atau posisi di sektor nonakademik," bunyi poin pertama dokumen tersebut.

Poin kedua berbunyi pemberian gelar honorary professor (guru besar kehormatan) kepada individu yang berasal dari sektor non-akademik tidak sesuai dengan kepatutan. Dalam poin selanjutnya ditegaskan bahwa guru besar kehormatan seharusnya diberikan kepada mereka yang telah mendapatkan gelar jabatan akademik profesor.

"Jabatan profesor kehormatan tidak memberikan manfaat bagi peningkatan kualitas dan reputasi UGM. Justru sebaliknya, pemberian profesor kehormatan akan merendahkan marwah keilmuan UGM," tulis poin 4 dokumen tersebut.

Baca juga : Soal Pidana Mati Ferdy Sambo, Amnesty Indonesia: Cara-cara Purba Dalam Pemenjaraan

Kemudian poin berikutnya juga dituliskan bahwa pemberian profesor kehormatan ini akan menjadi preseden buruk dalam sejarah UGM dan berpotensi menimbulkan praktik transaksional dalam pemberian gelar dan jabatan akademik. Selain itu, pemberian profesor kehormatan seharusnya diinisiasi oleh departemen yang menaungi bidang ilmu calon profesor kehormatan tersebut berdasarkan pertimbangan-pertimbangan akademik sesuai bidang ilmunya.

"Berdasarkan poin-poin di atas, kami dosen-dosen UGM MENYATAKAN MENOLAK usulan pemberian gelar guru besar kehormatan kepada individu-individu di sektor nonakademik, termasuk kepada pejabat publik," demikian bunyi dokumen tersebut.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Republika Online (@republikaonline)

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement