Selasa 14 Feb 2023 18:06 WIB

Mendagri Dukung Aparat Penegak Hukum Tindak Kepala Daerah yang Melanggar Hukum

Mendagri berharap ada pendampingan terlebih dulu kepada para kepala daerah.

Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian (kiri) mengikuti rapat kerja tentang penyelesaian segmen batas daerah provinsi, kabupaten dan kota di Indonesia dengan Komisi II di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (21/11/2022). Dalam rapat kerja tersebut, Kemendagri memberikan rekomendasi guna menyelesaikan segemen batas daerah diantaranya asistensi survei lapangan dan penggunaan citra satelit sebagai data dasar dalam penarikan garis batas serta peningkatan SDM untuk kemampuan pemetaan.
Foto: ANTARA/Muhammad Adimaja
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian (kiri) mengikuti rapat kerja tentang penyelesaian segmen batas daerah provinsi, kabupaten dan kota di Indonesia dengan Komisi II di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (21/11/2022). Dalam rapat kerja tersebut, Kemendagri memberikan rekomendasi guna menyelesaikan segemen batas daerah diantaranya asistensi survei lapangan dan penggunaan citra satelit sebagai data dasar dalam penarikan garis batas serta peningkatan SDM untuk kemampuan pemetaan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) merespons pemberitaan yang menyebutkan bahwa Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian meminta aparat penegak hukum (APH) untuk tidak menyelidiki kepala daerah yang bermasalah.

Kabar tersebut menjadi viral di media massa setelah salah seorang peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) mengatakan, Mendagri melarang APH untuk menindak kepala daerah yang melakukan kejahatan korupsi.

Baca Juga

Perkataan tersebut merujuk pada potongan berita media yang mengutip sambutan Mendagri dalam Rapat Koordinasi (Rakor) Inspektorat Daerah Seluruh Indonesia Tahun 2023 di Hotel Borobudur, Jakarta, Rabu (25/1/2023) lalu.

Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kemendagri Benni Irwan pun menjelaskan, Mendagri memang meminta kepada APH, seperti Kejaksaan Agung dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri), melakukan penegakan hukum sebagai upaya terakhir dalam pengawasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Namun, pada saat itu, Mendagri juga meminta APH untuk mengedepankan upaya pencegahan melalui pendampingan agar kepala daerah tidak ragu dalam mengeksekusi berbagai program yang telah disusun. Upaya ini penting dilakukan untuk mendukung realisasi belanja pemerintah daerah (pemda) agar lebih efektif, efisien dan tepat sasaran.

Benni mengatakan, pernyataan Mendagri tersebut dilandasi dari tinjauan Kemendagri terhadap sejumlah pemda yang memiliki realisasi belanja rendah. Mereka mengaku, moralnya jatuh akibat pemanggilan kepala daerah ataupun para staf terkait secara terus-menerus oleh APH atas dasar penyelidikan.

Kendati demikian, lanjutnya, Mendagri tidak mengesampingkan langkah penegakan hukum terhadap kepala daerah yang memiliki niat buruk, seperti menyalahgunakan APBD.

“Kalau memang buktinya kuat dan akurat, tidak masalah, tindak saja untuk memberikan efek jera. Kalau memang ada bukti untuk melakukan operasi tangkap tangan (OTT), tidak apa-apa. (Langkah ini) untuk memberikan efek jera kepada mereka yang memang punya niat buruk,”  Senin (13/2/2023).

Akan tetapi, tambah di, apabila kepala daerah tersebut memiliki niat yang baik, APH diharapkan mengedepankan upaya pencegahan agar pemda tidak ragu dalam membelanjakan anggarannya.

“Apabila anggaran tidak dibelanjakan, masyarakat bisa menjadi korban. Sebab, realisasi belanja pemerintah yang tersendat bisa membuat uang tidak beredar di masyarakat,” kata Benni.

Hal tersebut, lanjut Benni, bisa terjadi karena pemda lebih memilih mencari aman dengan tidak mengeksekusi berbagai program yang sudah direncanakan. Padahal, pembelanjaan yang dilakukan pemerintah, termasuk pemda, merupakan tulang punggung pertumbuhan ekonomi. Selain itu, peningkatan jumlah uang yang beredar pun dapat memperkuat daya beli masyarakat.

Menurut Benni, daya beli tersebut perlu dijaga karena konsumsi rumah tangga berperan penting dalam pertumbuhan ekonomi, termasuk di daerah. Belanja pemerintah pun dapat mendukung pertumbuhan sektor swasta.

“Itu yang dimaksud Mendagri. Jadi, bukan berarti (Mendagri) melarang (kepala daerah pelaku korupsi) untuk diselidiki atau ditindak, tidak. Namun, jangan sampai disidik terus-menerus sampai ratusan staf sehingga moral semua jajaran di pemerintahan daerah itu jatuh dan tidak mau membelanjakan APBD-nya,” kata dia.

Selain memberikan klarifikasi terhadap berita yang beredar kepada masyarakat, Benni bersama jajaran Kemendagri juga telah menemui ICW untuk meluruskan pemahaman lembaga tersebut terkait pernyataan Mendagri yang menjadi polemik. Pertemuan itu berlangsung di Kantor ICW, Jakarta, Rabu (1/2/2023). 

Setelah diberi penjelasan, Kata Benni, ICW akhirnya memahami pesan yang disampaikan Mendagri saat Rakor Inspektorat Daerah tersebut. Dalam pertemuan itu, ICW juga menyampaikan saran kepada Kemendagri untuk mengganti kata “pendampingan” dengan kata “pencegahan”.

Kemendagri dan ICW juga telah sepakat untuk membangun kerja sama dalam mengawal dan mendukung efektivitas serta efisiensi penggunaan APBD. Adapun pertemuan lanjutan terkait kerja sama keduanya telah berlangsung di Kantor Inspektorat Jenderal (Itjen) Kemendagri, Jakarta, Selasa (7/2/2023).

“Jadi, pernyataan peneliti ICW di media pada beberapa hari lalu yang menyatakan bahwa Mendagri melarang kepala daerah yang melakukan korupsi untuk ditindak, dengan tegas kami nyatakan tidak benar,” kata Benni.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement