Kamis 09 Feb 2023 06:20 WIB

Sengkarut BRIN dan Ekosistem Riset yang Terseok-seok (Bagian 2)

Peneliti dan periset saat ini dinilai sudah putus asa dan hanya bisa pasrah.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Teguh Firmansyah
Ilustrasi Gedung Badan Riset Inovasi dan Teknologi (BRIN)
Foto:

Mantan peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) itu mengatakan, kenyataan yang ada membuat para peneliti dan periset kebingungan dan mempertanyakan sikap pemerintah terhadap dunia riset di Indonesia.

Padahal, persoalan-persoalan filosofis yang ada tersebut menimbulkan banyak ekses di level mikro, seperti keluhan-keluhan peneliti yang sudah kerap diungkap hingga saat ini. Hal itu, kata dia, akan menganggu pencapaian target-target strategis nasional.

"Yang saat ini kita rasakan anggaran risetnya tidak memadai. Banyak gagasan-gagasan riset yang juga tidak didanai karena memang uangnya mungkin memang terbatas. Kemudian kita rasakan juga lingkungan kerja susah. Jadi dengan co-working space, kadang-kadang ada tempat, kadang-kadang tidak, dan kenyamanan-kenyamanan lain. Belum kita berbicara pada laboratorium dan lain sebagainya," kata Max.

Bekunya Hati Pemerintah

Melihat semua persoalan itu dan perjuangan yang sudah dilakukan beberapa tahun terakhir, Max menyatakan, hati pemerintah sudah beku dalam melihat dinamika yang terjadi pada peneliti dan periset Indonesia. Dia pun bertanya-tanya mengapa hal tersebut dapat terjadi. Tapi dia melihat memang ada masalah besar di demokrasi Indonesia, yang tidak bisa mendengar dan meresapi masukan-masukan yang diberikan.

"Saya tidak tahu kenapa hatinya beku. Apa karena ada kepentingan-kepentingan lain? Saya juga tidak tahu. Tapi bagi kami yang berjuang hampir tiga tahun lebih ini, ya kita bisa simpulkan hati yang beku terkait dengan masa depan riset," jelas dia.

Saat ini, Max dan peneliti serta periset lainnya tetap berjalan memenuhi tanggung jawab profesi meski dengan performa yang tidak optimal. Sebab, kata dia, tanggung jawab itu dikerjakan dengan sumber daya yang amat terbatas. Max kemudian mengeluarkan adagium "tak ada rotan akar pun jadi" untuk menggambarkan apa yang dilakukan peneliti dan periset saat ini.

"Kita ya sudahlah tidak apa-apa. Pemerintah pada jalannya, dan kita peneliti-peneliti yang masih berdedikasi baik, tiada rotan akar pun jadi. Kita tetap jalan, tetap istiqomah, dengan resources yang terbatas kita tetap jalan sebagai tanggung jawab kita mempertanggungjawabkan gaji yang kita terima dari uang rakyat," kata Max.

 

Lahirnya BRIN berasal dari Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Kepala BRIN saat ini, yakni Laksana Tri Handoko, sebelumnya merupakan Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). 

 

Dilansir dari laman resmi LIPI, BRIN dibentuk sebagai komitmen Presiden Joko Widodo untk meningkatkan kuaitas riset Tanah Air.

 

Badan tersebut diharapkan dapat mendongkrak roda riset Indonesia melalui integrasi kegiatan penelitian, pengembangan, pengkajian, penerapan, serta invensi dan inovasi. Dengan begitu, penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi demi kemajuan bangsa dapat lebih cepat dilakukan.

Handoko ditetapkan sebagai Kepala BRIN menyusul ditetapkannya BRIN sebagai badan otonom pusat integrasi riset dan inovasi di Indonesia yang akan bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Pada pelaksanaanya, lembaga-lembaga penelitian di tanah air sekaligus fungsi penelitian dan pengembangan yang ada di kementerian akan diintegrasikan dalam BRIN.

Dalam hal ini, integrasi riset mencakup seluruh proses manajemen, anggaran serta sumber daya manusia (SDM). “BRIN ditujukan untuk konsolidasi sumber daya, khususnya anggaran dan SDM. Target konsolidasi sendiri direncanakan mulai pada Tahun Anggaran 2022,” terang Handoko usai dilantik pada 28 April 2021 lalu.

Handoko menerangkan, BRIN dibentuk untuk menjadi penyedia infrastruktur riset berbagai bidang, terutama untuk meningkatkan nilai tambah kekayaan sumber daya alam lokal demi peningkatan ekonomi nasional. Pada tahap awal, dia berencana, untuk memfokuskan pada riset dan inovasi berbasis biodiversitas yang memiliki tingkat kompetitif lokal tinggi. "Tentu riset dan inovasi teknologi juga tetap didukung,” ujar Handoko.

Handoko menambahkan, BRIN diharapkan mampu menjadi jembatan antara dunia riset dan dunia industri. Dia menilai, melalui aktivitas riset yang terintegrasi serta melahirkan banyak invensi dan inovasi yang mampu bersaing secara global, maka hilirisasi industri dapat menjadi enabler ekonomi dan sekaligus penarik investor sektor riset. 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement