Selasa 07 Feb 2023 14:25 WIB

Pemkot Bandung Perbanyak Wilayah Resapan Air

Pemkot Bandung memperbanyak wilayah resapan air seiring air tanah makin kritis.

Rep: Dea Alvi Soraya/ Red: Bilal Ramadhan
Sejumlah pejabat termasuk di antaranya Wali Kota Bandung Yana Mulyana meninjau Aquascape Situ Otong, di bantaran Sungai Cikapundung Kolot, di Kelurahan Binong, Kecamatan Batununggal, Kota Bandung, Senin (25/7). Pemkot Bandung berkomitmen memaksimalkan fungsinya sebagai fasilitas publik dan resapan air.
Foto: Edi Yusuf/Republika
Sejumlah pejabat termasuk di antaranya Wali Kota Bandung Yana Mulyana meninjau Aquascape Situ Otong, di bantaran Sungai Cikapundung Kolot, di Kelurahan Binong, Kecamatan Batununggal, Kota Bandung, Senin (25/7). Pemkot Bandung berkomitmen memaksimalkan fungsinya sebagai fasilitas publik dan resapan air.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG — Berdasarkan pantauan Pusat Air Tanah dan Geologi Tata Lingkungan (PATGTL) Badan Geologi, kondisi air tanah di Bandung mengalami kondisi kritis hingga rusak parah. Hal ini ditunjukkan dari fenomena penurunan muka air tanah di sejumlah wilayah, termasuk Kota Bandung. Merujuk pada sumur pantau air tanah, muka air tanah artesis di Bandung telah turun lebih dari 40 meter di bawah muka tanah.  

Wali Kota Bandung Yana Mulyana mengatakan, salah satu upaya yang dapat didorong untuk menangani persoalan ini adalah dengan memperbanyak wilayah resapan air melalui pembukaan ruang terbuka hijau.

Baca Juga

Menurutnya, semakin banyak tempat-tempat resapan air, didukung oleh program tabung air melalui kolam retensi maupun drumpori, maka akan mampu meningkatkan muka air tanah yang kini semakin menyurut. 

“Mudah-mudahan dengan memperbanyak wilayah resapan air ini muka tanah kota bandung kembali naik dan kebutuhan air masyarakat kota bandung bisa terpenuhi dan terjaga,” kata Yana.

 

Fenomena menurunnya muka air tanah, menurut Yana, dipengaruhi kontur geografis Kota Bandung yang berbentuk cekungan, khususnya di wilayah Gedebage yang berbentuk seperti ‘mangkuk’. Kondisi ini, kata Yana, perlu diantisipasi dengan memperbanyak lahan-lahan resapan air di hulu, khususnya di wilayah Bandung Utara.

“Program kita kan sebenarnya sudah cukup masif seperti drumpori, kolam retensi, itu kita terus dorong, intinya bagaimana kita terus giatkan program tabung air minimal di rumah kita masing-masing,” jelasnya.  

Sebelumnya, Kepala PATGTL Badan Geologi Rita Susilawati mengatakan, untuk kondisi di dataran Bandung, air tanah dikatakan aman bila muka air tanah artesis berada pada kedalaman kurang dari 20 meter di bawah muka tanah setempat.

Namun, kata dia, pihaknya masih mengkaji keterkaitan antara penurunan muka tanah dengan penurunan muka air tanah di Bandung Raya.

"Sebab, penurunan muka air tanah merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya penurunan muka tanah atau sering disebut dengan amblesan tanah," ujar Rita dalam siaran persnya akhir pekan ini.

Berdasar analisisnya, kata dia, sejauh ini wilayah yang muka air tanahnya masuk ke kategori rusak ada di wilayah Rancaekek, Leuwigajah, serta beberapa wilayah lain. Penurunan muka air terjadi, antara lain disebabkan oleh pengambilan air tanah untuk berbagai keperluan, terutama industri, hotel, dan lainnya. 

Menurutnya, izin pengambilan air tanah untuk berbagai keperluan selama ini ada di pemerintah daerah masing-masing. Namun kini perizinan itu berada di Badan Geologi, Kementerian Energi Sumber Daya Mineral. 

Rita Susilawati memastikan akan berhati-hati untuk memberikan izin pengambilan air tanah dalam skala besar. Termasuk di wilayah Cekungan Air tanah (CAT) Bandung-Soreang yang wilayahnya meliputi Kab. Bandung, Kota Bandung, Kota Cimahi, dan sekitarnya.

Rita pun, akan berkoordinasi dengan pemerintah daerah untuk melakukan moratorium pada wilayah yang mengalami kerusakan air tanah di wilayah Bandung Raya. 

"Sebab air merupakan kebutuhan primer untuk kehidupan masyarakat sehingga perlu kebijaksanaan guna mengatasi kondisi penurunan muka air tanah tersebut," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement