REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Pusat melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menargetkan pengelolaan sampah yang lebih masif untuk perbaikan iklim. Dirjen Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3 (PSLB) KLHK, Rosa Vivien Ratnawati, mengatakan, Indonesia secara nasional akan menghentikan pembangunan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) sampah pada 2030 nanti.
“Di 2030 kita tidak akan membangun TPA dan lainnya. Dan di 2040 tidak akan ada TPA lagi. Itu cita-cita mulia,” kata Rosa kepada awak media di Kantor KLHK Jakarta, Rabu (1/2/2023).
Ditanya pertimbangan peniadaan itu, dirinya menjawab alasan perubahan iklim yang ikut disebabkan oleh limbah sampah dan berdampak pada emisi gas rumah kaca. Menurutnya, TPA dengan timbunan sampahnya menjadi salah satu faktor besar dalam pencemaran gas emisi.
“TPA mengumpulkan sampah organik, dari situ menghasilkan gas metan dan menyebabkan emisi gas rumah kaca,” katanya.
Dia menjanjikan, berencana untuk mengelola dan mengurangi cara tersebut sedikit demi sedikit melalui TPA yang sudah ada. Utamanya, dengan metode landfill mining dan RDF Plant di berbagai tempat pembuangan sampah.
“Jadi caranya menambang TPA. Jadi kita mengambil sampah-sampah lama itu kemudian dijadikan bricket sampah dan ada proses pengeringan dan sebagainya,” jelasnya.
Rosa mengatakan, jarak 10 tahun antara 2030-2040 akan difokuskan pada pembangunan landfil mining tersebut. Meski demikian, dirinya tak memerinci program yang telah berjalan sejauh ini.
Berdasarkan informasi, proses landfill mining dan RDF Plant yang sedang dimatangkan sejauh ini ada di TPST Bantargebang. Dalam kerjasama dengan Pemprov DKI, sistem pemrosesan dengan pagu anggaran Rp 1,07 triliun di Bantargebang akan menjadi yang terbesar di Indonesia.