REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Golkar masih memopulerkan nama Airlangga Hartarto sebagai bakal calon presiden (bacapres) dalam Pilpres 2024. Padahal, elektabilitas yang ditunjukkan lembaga-lembaga survei bagi Menko Perekonomian ini belum cukup baik.
Kabiro Kaderisasi dan Keanggotaan DPD Partai Golkar DKI Jakarta, Indra J Piliang mengatakan, sebagai capres Partai Golkar Airlangga harus sudah membangun tingkat elektabilitasnya. Bahkan, ia menyarankan, Airlangga melepas jabatan Menko Perekonomian.
"Menurut saya Ketua Umum Partai Golkar sesegera mungkin tidak lagi mengurus masalah-masalah ekonomi. Jika ada reshuffle sebaiknya Airlangga Hartarto tidak lagi menduduki kursi kementerian di bidang ekonomi," kata Indra dalam acara bertajuk Bincang Tanya Seputar Golkar yang digelar Golkarpedia, Rabu (1/2/2023).
Ia menilai, tidak lagi menjabat sebagai Menko Perekonomian berarti Airlangga harus mundur dari kabinet. Indra merasa, Airlangga perlu menempati pos-pos menteri yang lebih strategis agar publik bisa melihat potensi sebenarnya.
Terutama, potensi Ketua Umum DPP Partai Golkar tersebut sebagai sosok pemimpin. Antara lain kementerian-kementerian yang ada dalam bidang sosial atau politik karena orang akan tahu kemampuan Airlangga memahami dan menangani persoalan.
Indra melihat, masalah substansial elektabilitas Airlangga tidak kunjung naik tidak lain cara berkomunikasi kepada rakyat. Sebagai Menko Perekonomian, bahasa langitan dan akademis dari Airlangga cukup sulit diterima dan dicerna publik.
Saat ini, ia mengaku khawatir, apa saja yang disampaikan Airlangga menggunakan bahasa keseharian sebagai Menko Perekonomian sangat tidak dipahami publik. Belum lagi, penggunaan bahasa ekonomi ketika dipakai ke muka umum akan ditolak publik.
"Walaupun rakyat diurus oleh Partai Golkar dengan baik untuk urusan perutnya, tapi ketika berbahasa ekonomi ke masyarakat banyak, itu ditolak oleh publik," ujar Indra.
Selain itu, melihat catatan sejarah, hampir tidak ada pemimpin Indonesia yang memiliki latar belakang pebisnis atau pegiat ekonomi. Bahkan, organisasi yang menyeret diksi ekonomi harus diubah lebih universal jika hendak masuk politik.
Berdasarkan sejarah pemilu, sosok-sosok ekonomi itu cenderung ditolak publik. Misal, Sarekat Dagang Islam harus berubah jadi Sarekat Islam. Tidak diketahui alasan publik Indonesia tidak terlalu suka figur yang muncul dari ranah bisnis.
Indra menekankan, ada pekerjaan besar menanti untuk bisa meyakinkan Presiden Jokowi jika serius meningkatkan elektabilitasnya dengan mengambil jalan lain sebagai menteri kabinet. Pertaruhannya sama besar dengan kontestasi Pilpres.
Tapi, ia mengingatkan, untuk langsung melejitkan nama Airlangga sebisa mungkin tidak mengambil jabatan dalam posisi-posisi bidang ekonomi. Menurut Indra, itu pekerjaan yang cukup berat, termasuk menegosiasikan ini ke Presiden Jokowi.
"Tapi, kalau presiden memang menginginkan Airlangga Hartarto atau memberi restu kepada Airlangga untuk menjadi capres ya segera tidak memberikan tanggung jawab di bidang ekonomi," kata Indra.