Selasa 31 Jan 2023 23:55 WIB

Perda Penanggulangan Penyimpangan Seksual Dipermasalahkan, Begini Jawaban Bima Arya  

Bima Arya mempersilakan menggungat perda penanggulangan penyimpangan seksual

Rep: Shabrina Zakaria/ Red: Nashih Nashrullah
Wali Kota Bogor, Bima Arya Sugiarto, diwawancara terkait Peraturan Daerah (Perda) 10/2021 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Perilaku Penyimpangan Seksual (P4S), Selasa (31/1/2023).
Foto: Republika/Shabrina Zakaria
Wali Kota Bogor, Bima Arya Sugiarto, diwawancara terkait Peraturan Daerah (Perda) 10/2021 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Perilaku Penyimpangan Seksual (P4S), Selasa (31/1/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR— Sebanyak 24 organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam Koalisi Kami Berani, menilai Peraturan Daerah (Perda) 10/2021 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Perilaku Penyimpangan Seksual (P4S) di Kota Bogor, sebagai Perda yang diskriminatif. 

Wali Kota Bogor, Bima Arya Sugiarto, mempersilakan jika Perda tersebut digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Baca Juga

Bima Arya menjelaskan, semua Perda yang telah disahkan sudah melalui proses kajian dari provinsi. Sehingga, apabila ada hal-hal yang dirasakan bertentangan dengan konstitusi, menurutnya maka sangat memungkinkan untuk diajukan gugatan ke MK.

“Itu terbuka saja. Karena pemerintah kota tentu tidak dalam posisi mencabut. Tapi apabila ada hal yang dirasa betentangan, kami dengan senang hati membuka kesempatan itu melalui proses MK,” kata Bima Arya ketika ditemui Republika di Balai Kota Bogor, Selasa (31/1/2023).

Politisi PAN ini menuturkan, hal ini dikembalikan lagi seluruhnya ke dalam hirarki perundang-undangan yang berlaku seperti apa. Bahkan, pada April 2022, Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor membuka ruang dialog seluas-luasnya kepada masyarakat terkait terbitnya Perda 10/2021 tentang P4S.

Dia menegaskan, target dari diterbitkannya Perda ini ialah untuk sosialisasi dan edukasi terkait risiko Penyakit Menular Seksual (PMS). Apabila ada hal yang dirasa bertentangan, Bima Arya telah menerima audiensi dari Koalisi Kami Berani pula terkait kritik di Perda yang sama.

“Saya sudah menerima tahun lalu audiensi dari teman-teman yang juga mengkritisi produk Perda itu, dan saya sampaikan hal yang sama. Silakan dilakukan saja proses berdasarkan Undang-Undang, yaitu melakukan gugatan,” ujarnya.

Kendati demikian, Bima Arya menegaskan, Pemkot Bogor tidak berencana membuat Perda yang secara khusus melarang keberadaan Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT). Sebab target dari Pemkot Bogor sendiri ialah edukasi terkait ekses negatif yang berkaitan dengan penyakit sosial.

“Iya (Perda P4S) sudah disahkan, dan apabila ada hal-hal yang dirasa bertentangan dengan konstitusi silakan saja digugat ke MK,” ujarnya lagi.

Diketahui, Koalisi Kami Berani mencatat selama kurun waktu Desember 2022 hingga kini, ada Raperda dinilai memuat sifat diskriminatif yang anti-LGBT, yakni Raperda di Garut, Bandung, Makassar, dan Medan.

Koalisi Kami Berani mencontohkan ada Perda P4S Kota Bogor. Perda itu ditujukan untuk menangani penyebaran HIV/AIDS, namun dinilai Koalisi Kami Berani dapat memperburuk respons kesehatan di Kota Bogor karena diskriminatif.

“Pemerintah tidak belajar dari kasus-kasus intoleran yang merupakan pelanggaran HAM yang terjadi di masa lalu. Intoleransi dan kebencian berdasarkan identitas memecah belah anak bangsa, dan membuat Indonesia menjadi negara yang semakin terbelakang karena fokus politisinya adalah politik praktis yang memainkan identitas kelompok rentan,” kata Ketua Arus Pelangi, Nono Sugiono, salah satu komponen Koalisi Kami Berani. 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement