REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengajak masyarakat untuk menumbuhkan budaya pengelolaan sampah secara mandiri mengingat separuh dari total sampah di Indonesia didominasi oleh sampah organik.
Kasubdit Tata Laksana Produsen Direktorat Pengelolaan Sampah KLHK Ujang Solihin Sidik mengatakan pengelolaan sampah secara mandiri oleh masyarakat adalah cara paling efektif untuk menyelesaikan masalah sampah di Indonesia.
"Kalau setiap rumah atau RT mau bikin tempat pengomposan untuk sampah dapur, maka 50 sampai 60 persen urusan sampah bisa selesai. Lalu, sisanya sampah-sampah berupa plastik, kardus, dan kaleng disetor ke bank sampah," kata Ujang dalam seminar kolaborasi pengelolaan sampah diJakarta, Selasa.
Berdasarkan data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) pada tahun 2022, timbulan sampah di Indonesia sebanyak 18,30 juta ton per tahun, angka pengurangan sampah sebanyak 4,89 juta ton per tahun atau setara 26,72 persen, dan penanganan sampah mencapai 9,25 juta ton per tahun atau setara 50,55 persen.
Kemudian, data sampah terkelola ada sebanyak 14,14 juta ton per tahun atau setara 77,28 persen dan sampah tidak terkelola sebanyak 4,16 juta ton per tahun atau setara 22,72 persen.
SIPSN juga mencatat bahwa komposisi sampah berdasarkan jenis didominasi oleh sampah sisa makanan sebanyak 41,9 persen, sampah tumbuhan (kayu, ranting, dan daun) 12 persen, sampah kertas atau karton 10,7 persen, sampah plastik 18,7 persen, dan sampah lainnya 6,9 persen.
Sementara itu, komposisi sampah berdasarkan sumber sampah masih didominasi oleh rumah tangga dengan angka mencapai 37,6 persen, pasar tradisional sebanyak 16,6 persen, dan pusat perniagaan mencapai 22,1 persen.
Capaian kinerja pengelolaan sampah tersebut adalah hasil dari penginputan data yang dilakukan oleh 146 kabupaten maupun kota di Indonesia pada tahun 2022 lalu.
Ujang menuturkan Tempat Pembuangan Sampah (TPS) Bantargebang di Bekasi, Jawa Barat, saat ini sudah memasuki fase kritis karena ketinggian gunungan sampah sudah hampir 50 meter.
Menurutnya, cara konservatif membuang sampah ke TPS Bantargebang bisa membuat DKI Jakarta sebagai ibu kota negara kolaps dalam mengatasi masalah sampah.
"Maka, pemerintah mendorong berbagai cara secara bersamaan dengan mengurangi sampah langsung dari sumbernya. Itu salah satu cara paling efektif," ujar Ujang.
Selain mengelola sampah di bagian hulu, ada pula cara mengelola sampah di bagian hilir melalui pemanfaatan teknologi berupa menjadikan sampah sebagai bahan bakar co-firing untuk pembangkit listrik tenaga uap atau PLTU, bahan bakar pengganti batu bara pada pabrik semen, hingga sumber biogas dari limbah organik yang juga bisa menghasilkan listrik.
KLHK juga mendorong pemerintah daerah untuk meningkatkan alokasi dana pengelolaan sampah dalam postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Ujang mengungkapkan anggaran untuk mengurusi sampah di 514 kabupaten/kota rata-rata hanya 0,51 persen dari total APBD mereka, sehingga penanganan sampah belum terkelola secara maksimal di daerah.
"KLHK menganalisis sekitar 3 sampai 4 persen dari total APBD sebetulnya cukup untuk mengatasi masalah sampah. Oleh karena itu, kami terus mendorong agar pemerintah daerah bisa meningkatkan alokasi anggaran sampah dalam postur APBD mereka," ucapnya.