REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Ketua Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa (STPMD) Sutoro Eko Yunanto meminta usulan perpanjangan masa jabatan diajukan sejumlah kepala desa menjadi sembilan tahun jangan serta-merta dipandang bentuk kerakusan terhadap kekuasaan.
"Ini menjadi sarana kita berdialektika untuk pencerahan, bukan bergunjing lalu mengadili seolah kepala desa itu rakus, serakah, primitif, dan memperkaya diri. Enggak, kekayaan mereka tidak seberapa," kata Sutoro, di STPMD Yogyakarta, Jumat (27/1/2023).
Sutoro yang merupakan salah satu perancang Undang-Undang (UU) Desa ini berharap isu terkait perpanjangan masa jabatan itu dapat disikapi dan diurai secara jernih.
"Kades itu sangat dekat dengan masyarakat. Apa pun yang dilakukan kades diketahui oleh masyarakatnya. Mereka punya motor baru saja sudah diolok-olok, apalagi punya mobil," ujarSutoro.
Menurutnya, usulan itu digaungkan para kepala desa sebagai bentuk negosiasi mereka terhadap pemerintah pusat agar pemerintahan desa bisa lebih berdaulat, bukan sekadar soal angka atau durasi jabatan semata.
Sutoro menilai dengan menggaungkan isu masa jabatan tersebut, kades menginginkan ada ruang dialog untuk memulihkan porsi kewenangan mereka sebagai pemimpin di level desa.
"Jangan digeser hanya soal sembilan tahunnya, tapi soal kedaulatan demi kesejahteraan masyarakat desa," kata dia.
Menurut dia, selama ini banyak agenda-agenda yang telah dirancang kepala desa berdasarkan hasil musyawarah desa mendapat intervensi dari pemerintah pusat sehingga terpaksa harus diubah, salah satunya dalam pemanfaatan dana desa.
"Seberapa pun masa jabatan kades baik enam atau sembilan tahun, tapi kalau kepala desa hanya ditempatkan menjadi kepala kantor atau menjadi mandor proyek, itu tidak ada maknanya," kata dia pula.
Sutoro berharap masyarakat tidak memandang jabatan kepala desa laiknya saat zaman Orde Baru yang mendudukkan mereka sebagai penguasa tunggal.
Pada era saat ini, kata dia, berbagai pihak dapat mengontrol atau mengawasi kinerja kepala desa, antara lain melalui badan permusyawaratandesa (BPD), bahkan pengawasan juga dilakukan pemerintah pusat.
"Situasinya sudah sangat berbeda. Sekarang ada mekanisme akuntabilitas, ada musyawarah, ada partisipasi," kata dia lagi.
Sebelumnya, sejumlah kepala desa berunjuk rasa di depan Gedung DPR RI menuntut perpanjangan masa jabatan yang sebelumnya enam tahun menjadi sembilan tahun.
Mereka meminta DPR merevisi masa jabatan yang diatur dalam UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menyatakan akan mengkaji positif dan negatif terkait perpanjangan masa jabatan kepala desa (kades) dalam usulan revisi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
"Kami kaji dulu positifnya apa, negatifnya apa. Kalau banyak positifnya, ya kenapa tidak? Tapi kalau banyak mudaratnya, ya mungkin tetap di posisi Undang-Undang Desa sekarang, enam tahun kali tiga, jadi 18 tahun, kan lama juga itu. Ada positif (dan) negatifnya. Kami, prinsip dari Kemendagri, kami mengkaji," kata Tito Karnavian, di Hotel Borobudur, Jakarta, Rabu (25/1).