REPUBLIKA.CO.ID, oleh Amri Amrullah, Nawir Arsyad Akbar
Partai Nasdem, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan Partai Demokrat hingga kini belum juga meneken kesepakatan resmi Koalisi Perubahan untuk Pemilu 2024. Nasdem yang telah lebih dulu mendeklarasikan Anies Baswedan sebagai bakal calon presiden (capres) belakangan malah berpikir realistis jika seandainya koalisi ini tak tewujud dan gagal mengusung Anies pada 2024.
Pengamat politik yang juga Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis, Agung Baskoro menilai, belum disepakatinya siapa pendamping Anies sebagai bakal calon wakil presiden (cawapres), menjadi penyebab utamanya deadlock-nya pembicaraan koalisi. Selain itu, ia juga menduga, ada faktor eksternal yang berupaya menghambat pencalonan Anies.
"Pertama, deadlock soal cawapres Anies, memang karena mengemuka nama yang ada seperti, AHY, Ahmad Syaiku dan Khofifah. Di luar itu, persoalannya nama Anies sebagai capres di Koalisi Perubahan sudah final," kata Agung kepada wartawan, Rabu (25/1/2023).
"Bila cawapres tak menemui kata sepakat, Koalisi Perubahan bisa jadi layu sebelum berkembang," katanya.
Dan kondisi itu, menurut dia, memang diharapkan kubu lawan Koalisi Perubahan. Karena suka atau tidak, ia menegaskan, majunya Anies ini sedikit-banyak mengubah konstelasi politik koalisi selama ini.
"Artinya, upaya untuk menggembosi Koalisi Perubahan takkan pernah berhenti sampai kelak didaftarkan ke KPU. Karena Anies selama ini identik dengan narasi perubahan (change) ketimbang keberlanjutan (continuity)," katanya.
Agung menyoroti peristiwa pertemuan tertutup antara Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh dan Menteri Koordinator Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan di Eropa beberapa waktu yang lalu. Pertemuan itu bisa jadi bagian dari upaya penggembosan Koalisi Perubahan.
Koalisi Perubahan, menurut Agung, bisa bubar sebelum terealisasi jika Nasdem, PKS, dan Demokrat tidak menemukan kata sepakat. Namun, apabila PKS dan Demokrat akhirnya setuju dan ikhlas tidak memaksakan kadernya sebagai cawapres Anies, perlu ada insentif politik yang paling pas agar ketiga partai ini tetap bisa bersatu dalam Koalisi Perubahan.
"Hal itu juga perlu dipikirkan, agar nasib Koalisi Perubahan tetap mendapat tempat sendiri di masyarakat, yang masih mengharapkan perubahan sistem politik dan ekonomi di Indonesia," katanya mengungkapkan.
Direktur Eksekutif Lingkaran Survei Indonesia (LSI), Denny JA menilai, Partai Nasdem telah mengambil langkah yang berani dengan mendeklarasikan Anies Baswedan sebagai bakal capres. Namun, langkah berani Nasdem itu, menurut Denny, mengandung risiko politik.
Denny mengatakan, masalah yang dihadapi Partai Nasdem seusai deklarasi sudah mulai terlihat. Salah satunya muncul desakan dari partai-partai koalisi baru mereka, Partai Demokrat dan PKS, agar Nasdem secepatnya mengibarkan isu-isu perubahan.
Namun, bagi Nasdem, desakan itu tidak mudah direalisasikan. Karena hingga kini, Nasdem masih menjadi bagian dari Kabinet Indonesia Maju. Kader Nasdem, yakni Siti Nurbaya, Johnny G Plate, dan Syahrul Yasin Limpo adalah menteri-menteri Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Sebaliknya, partai-partai yang ada dalam koalisi terdahulu juga tidak akan tinggal diam. Denny melihat, mereka akan mendesak Nasdem untuk membatalkan dukungannya kepada Anies atau hengkang dari pemerintahan.
"Mungkin sebulan depan, dua bulan atau tiga bulan ke depan, sebelum pendaftaran capres, dua tarikan ini yang akan keras sekali," kata Denny, Selasa (24/1/2023).