Kamis 19 Jan 2023 16:32 WIB

Pakar: Perpanjangan Jabatan Bukan Jaminan Kesuksesan Bangun Desa

Kesuksesan bangun desa tergantung kemampuan Kades merencanakan dan buat inovasi.

Sejumlah kepala desa dari berbagai daerah mealakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (17/1/2023). Dalam aksinya mereka menuntut pemerintah dan DPR merevisi aturan masa jabatan kepala desa dari 6 tahun menjadi 9 tahun per periode.
Foto: Republika/Prayogi.
Sejumlah kepala desa dari berbagai daerah mealakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (17/1/2023). Dalam aksinya mereka menuntut pemerintah dan DPR merevisi aturan masa jabatan kepala desa dari 6 tahun menjadi 9 tahun per periode.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar kebijakan publik Universitas Jember Hermanto Rohman MPA mengatakan bahwa perpanjangan masa jabatan kepala desa (kades) dari 6 tahun menjadi 9 tahun tidak akan menjamin atas kesuksesan dan keberhasilan kades dalam membangun desanya lebih baik.

Ia mengatakan sejatinya keberhasilan, kestabilan dan kesuksesan pembangunan desa justru yang penting bukan hanya masalah waktu. Namun tergantung dari kemampuan kepala desa dalam menyusun perencanaan yang matang dan gagasan terobosan inovasi membangun desa.

Baca Juga

 

 "Alasan stabilitas dan keberlanjutan pembangunan, serta politik di desa dengan biaya politik yang lebih efisien dalam memperpanjang jabatan kepala desa 9 tahun itu sama saja tidak akan memiliki makna," katanya di Kabupaten Jember, Jawa Timur, Kamis.

 

Menurutnya pemerintahan desa saat ini masih di bawah kendali sosok kepala desa yang kuat, dan parahnya juga tidak sebanding dengan peran Badan Permusyawaratan Desa ( BPD) yang mampu menjadi penyeimbang dan kontrol bagi pembangunan desa.

Kalau desa menemukan sosok kades yang kinerjanya baik dari sisi perencanaan, implementasi bahkan pertanggungjawaban kades yang bagus dan inovatif serta diimbangi peran BPD yang maksimal maka waktu 9 tahun akan memberi garansi terhadap pembangunan desa yang baik.

"Namun, jika sebaliknya maka masyarakat akan semakin lama menunggu tidak adanya perubahan dan perbaikan di desa," ucap dosen administrasi negara FISIP Unej itu.

Ia menilai alasan mengajukan perpanjangan 9 tahun juga harus juga dipotret apakah demokratisasi desa sudah berjalan dengan baik atau tidak, seperti berfungsinya peran BPD sebagai kontrol pembangunan, kemudian yang penting juga pola transparansi dan akuntabilitas pembangunan desa apakah sudah berjalan baik.

"Jika belum, itu akan menjadi masalah baru karena perpanjangan masa jabatan justru menjadi celah penghambat pembangunan desa dan melahirkan semangat membangun kekuasaan semata dengan biaya politik tinggi, namun lemah dalam pengawasan," tuturnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement