Sabtu 14 Jan 2023 18:19 WIB

Jokowi Ingin Politik Identitas tak Digaungkan, Pengamat: Agar Tercipta Persatuan

Jokowi ingatkan politik identitas tak digunakan saat pemilu.

Politik identitas (ilustrasi)
Foto: onditmagazine.medium.com
Politik identitas (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik Ujang Komarudin menilai pernyataan tegas Presiden Joko Widodo alias Jokowi agar para politisi mengutamakan ide dan gagasan di Pilpres 2024 sangat tepat. Pasalnya, penggunaan politik identitas atau gontok-gontokan akan melahirkan perpecahan antar anak bangsa.

“Iya pernyataan presiden itu positif dan bagus sekali. Ini untuk menjaga agar tidak terjadi perpecahan dan saya melihatnya penting,” kata Ujang kepada wartawan, Sabtu (14/1/2022).

Baca Juga

Dikatakan Ujang, Presiden Jokowi terlihat dibeberapa kesempatan sering mengingatkan publik, khususnya para politisi dan elit politik agar tidak menggunakan politik identitas di Pemilu atau Pilpres 2024, demi menjaga keutuhan sesama anak bangsa.

“Ini diutarakan beberapa kali. Justeru sebagai kepala negara, kepala pemerintahan harus mengingatkan kepada masyarakat apalagi menjelang Pilpres, harus sering mengingatkan publik untuk menjaga kondusifitas, menjaga kesatuan dan kesatuan, harus menjaga negara ini agar tidak terpecah,” ujarnya.

Perpecahan karena beda pilihan politik sudah terjadi pada Pilpres 2019 kemarin dan Presiden Jokowi melihat bibit-bibit itu masih ada, hingga dia (Jokowi-red) selalu mengingatkan bahayanya politik identitas tersebut. 

“Jangan sampai sesama anak bangsa gontok-gantokan persoalan beda pilihan, pengrusakan, persoalan menggoreng-goreng politik identitas itu. Jadi Presiden mengeluarkan pernyataan itu agar masyarakat tidak tergoyah dan terpecah,” ujarnya.

Dijelaskan dosen Universitas Al-Azhar itu, peluang terjadinya politisasi agama di Pilpres 2024 masih terbuka lebar, karena sensifitas masyarakat terhadap agama sangat tinggi, hingga disinggung sedikit langsung pada marah. 

“Kelihatannya permainan isu di 2019 dan 2024 kelihatannya akan mengarah ke sana, akan dimainkan isu itu. Isu yang paling besar dan sensitif itu soal politisasi agama, orang bisa berani mati karena agama, berani berjuang untuk agama dari situlah akan muncul pertarungan yang sengit dan seru,” jelasnya.

“Menarik isu politik identitas ke wilayah Pilpres sehingga saling serang, saling menafikan, saling menghajar, dan itu ujung-ujungnya masyarakat akan terpecah dan terbelah lebih tajam lagi dari politik 2019 lalu,” katanya.

Untuk itu, Ujang menyarankan agar para elit politik, para politisi untuk sadar diri dan tidak menggunakan politik identitas atau gontok-gontokan demi terjaganya kerukunan dan perdamaian di tengah masyarakat.

“Indikasi-indikasi itu mungkin ada, bisa saja terjadi tapi tetap kita dewasa ketika kita sadar diri sebagai anak bangsa tidak perlu gontok-gantokan untuk saling dukung satu sama lain, meski beda pilihan,” ungkapnya.

Sejauh ini, kata Ujang, para kandidat calon Presiden atau kandidat calon wakil Presiden belum menonjolkan ide dan gagasan mereka dalam melakukan sosialisasi, tetapi yang terlihat masih sebatas pencitraan untuk meningkatkan elektabilitas mereka.

“Iya saat ini masih sekedar pencitraan ya, sosialisasi. Jadi masih pada pencitraan saja, karena belum masuk pada kampanye, mungkin belum kelihatan subtansi program-program mereka,” katanya lagi.

“Ya mungkin hari ini masih sebatas polesan-polesan, pencitraan untuk membangun satu topik dan menaikan elektabilitas, sifatnya masih ke panggung informal, belum juga fokus pada hal-hal subtansif,” tutupnya. 

Sebagaimana diketahui, Presiden Jokowi mengingatkan Pemilu 2024 agar tidak lagi menggunakan politik identitas. Menurut dia, hal itu bukanlah cara yang baik dan juga era yang tepat untuk meraih kemenangan dengan cara demikian.

"Saya selalu titip jangan gunakan politik identitas. Sekarang ini bukan eranya lagi politik gontok-gontokan, sekarang ini eranya adu gagasan, kontestasi program, mengadu ide," kata Jokowi. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement