REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua DPP Partai Golkar, Dave Akbarshah Fikarno Laksono mengatakan bahwa sistem proporsional terbuka adalah bentuk pemilihan umum (Pemilu) untuk mengembalikan hak rakyat. Jangan sampai hak tersebut kembali hilang lewat gugatan di Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
"Itu sudah diputuskan pada 2008 lalu, jadi kami pun bingung kenapa ini masih berlanjut, kenapa masih dibahas. Karena MK sudah final dan banding, tidak perlu lagi dilanjutkan, bahkan sudah kewajiban untuk MK menolak JR ini," ujar Dave di Kantor PPK Kosgoro 1957, Jakarta, Jumat (13/1).
Ia meminta, MK tak menjadi pihak yang memberangus hak rakyat. Jangan merusak konstutusi yang sudah disempurnakan melalui pengorbanan sejumlah pihak saat reformasi hingga berakibat hilangnya hak rakyat itu.
"Kami semua yang sepakat di delapan partai itu berlandaskan bahwa kita ini mengawal konstitusi, membela kepentingan rakyat, dan juga kita yakin bahwa apa yang kita perbuat merupakan yang terbaik," ujar Dave.
Penolakan atas sistem proporsional tertutup dalam penyelenggaraan pemilu oleh KPU telah disuarakan oleh delapan fraksi dari 10 fraksi yang ada di DPR. Terkait hal itu, Ketua Komisi II Ahmad Doli Kurnia menyatakan suara DPR mengikuti suara mayoritas fraksi, menolak sistem proporsional tertutup tersebut.
Suara delapan fraksi di DPR RI tersebut disampaikan menindaklanjuti pernyataan para ketua umum dari delapan partai yang menolak sistem itu pada Ahad, 8 Januari 2023 lalu. Mereka para ketua umum dan perwakilan partai tegas menolak rencana pemilu kembali digelar dengan sistem proporsional tertutup.
Menanggapi itu, Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia Tandjung menegaskan delapan partai memiliki sikap bersama, yakni mempertahankan sistem pemilu proporsional terbuka. ”Disepakati bahwa suara dari delapan fraksi itu setuju tetap pada posisi menerapkan sistem proporsional terbuka pada pemilu tahun 2024," kata Ahmad Doli, Rabu (11/1/2023).
Selanjutnya, kedelapan fraksi ini diberikan arahan, khususnya di Komisi III menjadi tim kuasa hukum dari DPR setiap ada perkara di Mahkamah Konstitusi. Dimana Komisi III untuk menyepakati suara yang akan disampaikan menjadi penjelasan pada sidang-sidang di Mahkamah Konstitusi adalah suara DPR.
"Suara DPR mewakili suara mayoritas tetap mempertahankan proporsional terbuka,” jelas Ahmad Doli yang juga Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar ini.