REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Jawa Timur, Anwar Solikin mengungkapkan, ratusan kasus pernikahan anak di Ponorogo hanyalah sebagian kecil dari kasus pernikahan anak di Jawa Timur. Sebab, menurut dia, di daerah lain, kasus pernikahan anak bahkan lebih banyak dibandingkan di Kabuoaten Ponorogo.
"Ponorogo itu kan yang terpublikasikan. Kabupaten/kota lainnya jauh lebih banyak juga kasus-kasus semacam itu," ujarnya kepada Republika, Jumat (13/1/2023).
Anwar mengatakan, kasus pernikahan anak di Jatim sebenarnya lebih rendah dibandingkan provinsi lainnya. Artinya, ketika data pernikahan anak di Ponorogo saja cukup mencengangkan masyarakat, apalagi kalau data di daerah lain di seluruh Indonesia terungkap.
Anwar mengungkapkan, dari sekian banyak pengajuan dispensasi nikah bagi anak-anak, sekitar 70 persennya karena mereka telah hamil terlebih dahulu. "Dari sekian dispensasi nikah anak itu ada 70 persennya itu akibat dari hamil dulu," ujarnya.
Meskipun demikian, lanjut Anwar, perlu dilihat juga apakah ketika anak-anak itu hamil dan mengajukan dispensasi nikah, sebelumnya telah nikah siri atau tidak. Karena banyak juga mereka yang hamil dan mengajukan dispensasi nikah tersebut, sebelumnya telah menikah secara agama atau kawin siri.
"Kita juga perlu dihat di Ponorogo itu dia mengajukan dispensasi nikah dengan alasan hamil itu apa karena dia kawin siri dulu, atau hamilnya karena kecelakaan," kata Anwar.
Anwar mengungkapkan, di Jatim, ada beberapa daerah yang angka pernikahan anaknya cukup tinggi. Paling tinggi tercatat di Kabupaten Malang dan Jember. Kemudian ada juga di Kabupaten Sumenep, Lamongan, dan Blitar.
Penyebabnya pun bermacam-macam. Ia mencontohkan di Lamongan dan Blitar, biasanya anak yang mengajukan dispensasi nikah karena terjebak pergaulan bebas.
"Blitar dan Lamongan itu lebih karena pergaulannya. Di Sumenep lebih pada persoalan kultur, persoalan agama. Menghindari zina, takut dosa, dan sebagainya," ujarnya.