Selasa 10 Jan 2023 21:40 WIB

Pakar Sampaikan Tiga Skenario untuk Pendatang dari China 

China kembali membuka perbatasan dan menghapus aturan karantina.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Friska Yolandha
Passengers wearing face masks walk with their luggage in front of the Beijing Railway Station in Beijing, China, 10 January 2023. Chinese passengers are travelling domestically as the nation
Foto: EPA-EFE/WU HAO
Passengers wearing face masks walk with their luggage in front of the Beijing Railway Station in Beijing, China, 10 January 2023. Chinese passengers are travelling domestically as the nation

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah China sudah memberikan pelonggaran pembatasan. Kini, pengunjung tidak lagi diharuskan menjalani karantina yang mahal dan memakan waktu, meski tetap harus menjalani tes covid-19 negatif pada 48 jam terakhir.

Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Prof Tjandra Yoga Aditama memandang pelonggaran pembatasan ini tentunya menjadi perhatian dunia. Berbagai negara, termasuk Badan Kesehtan Dunia (WHO) menyampaikan bahwa kejelasan data di Cina akan amat membantu menjelaskan masalah yang terjadi di sana, sehingga pengendalian di China dan kemungkinan penularan ke negara lain jadi akan dapat dilakukan dengan baik.

Baca Juga

“Sejauh ini memang data genomik dari China yang terkumpul di GISAID masih menunjukkan adanya varian dan sub varian yang sudah selama ini dikenal, tetapi bagaimanapun cakupannya tentu perlu amat luas karena China adalah negara amat besar,” kata Tjandra dalam keterangan kepada Republika, Selasa (10/1/2023).

Sehubungan dengan berbagai perkembangan yang ada, dan belum sepenuhnya informasi tersedia maka berbagai negara perlu mengambil sikap masing-masing untuk perlindungan warga di dalam negaranya terhadap kemungkinan penularan dari Cina ini. Perlu diketahui juga bahwa selain kejadian di Cina, musim dingin juga  sedang melanda belahan dunia utara, dan kemungkinan peningkatan kasus Covid-19 juga perlu diantisipasi pula.

“Dalam menangani pendatang dari China setidaknya ada tiga skenario yang dijalankan,” tuturnya.

Skenario pertama, adalah meminta pendatang dari China untuk membawa hasil test Covid-19 negatif dari negaranya sebelum berangkat, untuk bisa masuk ke negaranya masing-masing, seperti yang dilakukan oleh berbagai negara seperti yang diberitakan di media. Skenario ke dua, adalah meminta pendatang luar negeri termasuk dari China memperlihatkan bukti sudah divaksinasi secara lengkap tanpa harus membawa hasil test negatif, seperti yang dilakukan di Singapura.

“Tentu dasarnya adalah kalau sudah mendapat vaksinasi lengkap maka sudah ada perlindungan/proteksi yang memadai. Kalau belum divaksinasi lengkap maka mungkin perlu perlakuan khusus, termasuk juga mungkin hasil test negatif,” ujarnya. 

Skenario ketiga adalah yang dilakukan Indonesia saat ini, yakni para pendatang China yang datang ke Indonesia tidak diperlukan bukti sudah divaksinasi lengkap, dan juga tidak membutuhkan hasil test negatif pula. Tjandra memandang akan baik bila Indonesia juga membuat semacam aturan tertentu.

“Mungkin setidaknya seperti yang dilakukan Singapura dimana pendatang ke negara kita setidaknya sudah divaksinasi lengkap,” saran Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara tersebut.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement