Selasa 27 Dec 2022 19:46 WIB

Rokok Dilarang Dijual Ketengan demi Tekan Prevalensi Konsumsi Secara Signifikan

Angka konsumsi rokok bisa berkurang signifikan jika ada larangan penjualan ketengan.

Warga berkonsultasi untuk berhenti merokok melalui Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat Bandung di Bandung, Jawa Barat, Kamis (24/11/2022). Pemerintah berencana melarang penjualan rokok secara ketengan mulai tahun depan demi mengurangi angka prevalensi konsumsi rokok di kalangan masyarakat. (ilustrasi)
Foto:

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengapresiasi rencana pemerintah melarang penjualan rokok secara ketengan. Larangan ini diyakini bisa menurunkan jumlah perokok aktif di Indonesia.

"Larangan penjualan rokok secara ketengan adalah kebijakan yang patut diapresiasi. Ini karena merupakan salah satu cara pengendalian yang efektif untuk menurunkan prevalensi merokok di Indonesia, khususnya di kalangan rumah tangga miskin, anak-anak, dan remaja," ujar Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi seperti dalam keterangannya yang diterima Republika, Senin (26/12/2022).

Ia menambahkan, larangan penjualan ketengan juga efektif dibandingkan kenaikan cukai rokok. Selama ini, menurutnya, kenaikan cukai tidak efektif untuk menurunkan prevalensi dan konsumsi rokok, karena rokok masih dijual secara ketengan, diobral seperti permen, sehingga harganya terjangkau.

Tulus menambahkan, larangan penjualan rokok secara ketengan juga sejalan dengan spirit yang diatur dalam undang-undang (UU) No. 39 Tahun 2007  tentang Cukai. Dalam UU Cukai disebutkan bahwa barang yang menimbulkan kecanduan dan berdampak negatif terhadap penggunanya dan lingkungan, maka distribusinya dibatasi.

"Sementara itu, yang harus diawasi adalah praktik di lapangan seperti apa, dan apa sanksinya bagi yang melanggar. Jangan sampai larangan penjualan ketengan ini menjadi macan ompong," katanya.

Konsultan Hematologi-Ontologi Prof Zubairi Djoerban mengatakan, larangan terkait penjualan rokok ketengan memerlukan evaluasi lebih lanjut terkait penekanannya atau pantauan yang berkelanjutan terhadap dampaknya di masyarakat.

"Jadi maksudnya bagaimana? Dilarang menjual rokok batangan tetapi maksudnya kalau beli banyak atau packing boleh begitu?" kata Zubairi, di Jakarta, Selasa.

Menanggapi adanya wacana pelarangan penjualan rokok ketengan yang sedang disiapkan pemerintah, Zubairi meminta pemerintah agar mempertegas maksud dari larangan tersebut utamanya siapa yang menjadi target sasaran dalam masyarakat. Dalam rencana yang dituangkan dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 25 Tahun 2022 itu, juga harus dijabarkan secara lebih mendetail terkait dengan maksud dari dilarangnya penjualan rokok ketengan.

Termasuk evaluasi lebih lanjut, karena tujuan sebenarnya adalah agar dapat mengetahui program tersebut bisa berhasil mengurangi prevalensi konsumsi rokok terutamanya pada kelompok miskin dan anak-anak atau tidak.

"Hal lain yang perlu diperhatikan adalah kepentingan dari setiap pihak. Meski dalam pandangan kesehatan rokok lebih banyak memberikan dampak buruk pada masyarakat, misalnya seperti mempermudah terkena stroke dan memicu kanker, aspek lain juga harus diperhatikan agar program menjadi efektif dan tidak merugikan salah satu pihak," kata mantan Ketua Satgas Covid-19 IDI tersebut.

Ia memberikan contoh kebijakan yang ideal adalah kebijakan yang diterapkan oleh Selandia Baru, di mana pemerintahnya membuat aturan pelarangan merokok pada usia tertentu, yang jika dilanggar bisa dikatakan melanggar hukum. Hanya saja jika ikut menerapkannya di Indonesia, kebijakan itu akan sulit karena masih banyak sekali anak di usia muda yang sudah merokok.

Jumlah tersebut tercatat dalam data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) setiap tahunnya yang disusun oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Kebijakan tersebut juga sulit dilakukan karena banyak pertimbangan kepentingan terutama sisi industri.

"Kalau kita jadi presiden mungkin mudah, cara seperti itu banyak sekali (bisa dilakukan). Tetapi kita juga harus mengayomi kepentingan umum," kata Zubairi.

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement