Selasa 27 Dec 2022 05:26 WIB

5 Prioritas Utama OPZ Tahun 2023

Beragam isu sempat adanya goncangan kasus filantropi di Indonesia.

Zakat / fidyah ( ilustrasi). Beragam isu sempat adanya goncangan kasus filantropi di Indonesia.
Foto: Dok Republika
Zakat / fidyah ( ilustrasi). Beragam isu sempat adanya goncangan kasus filantropi di Indonesia.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Nana Sudiana (Direktur Akademizi & Associate Expert FOZ)

Tahun 2023 sebentar lagi akan datang. Bagi Organisasi Pengelola Zakat (OPZ) tahun ini tahun yang tak mudah. Di tengah beragam isu akan datangnya tekanan ekonomi dunia serta sempat adanya goncangan kasus filantropi di Indonesia, rencana memasuki tahun 2023 tetap harus dijalani.

Dalam sejumlah obrolan dengan sejumlah pimpinan OPZ di beberapa kesempatan, saya menangkap setidaknya ada lima prioritas utama yang akan disiapkan secara sungguh-sungguh oleh sejumlah OPZ agar segera bisa beradaptasi dengan situasi di tahun depan.

Kelimanya itu adalah, pertama meningkatkan terus kepercayaan publik. Kedua, meningkatkan proses edukasi, sosialisasi dan kampanye zakat. Ketiga meningkatkan kapasitas SDM OPZ. Keempat, meningkatkan kecepatan layanan dan kemudahan bagi stekholders zakat (muzaki, mustahik, otoritas maupun publik). Dan kelima  meningkatkan kemampuan mustahik agar bisa lebih mandiri.

Di bawah ini detail rencana secara umum. Termasuk langkah-langkah lebih teknis yang akan dilakukan.

Baca juga : IHSG Dibuka Masuk Zona Hijau, Ini Sederet Saham Blue Chip Berpotensi Cuan

Pertama, Meningkatkan Terus Kepercayaan Publik

Bagi OPZ, faktor kepercayaan ini sangat penting. Karena hal ini menyangkut hidup dan mati organisasi pengelola zakat. Sehebat apapapun sebuah OPZ, bila tak dipercaya publik, ia akan selesai. Sebaliknya, walau sebuah OPZ mungkin tidak populer, namun bila ada kepercayaan pada lembaganya, didukung adanya support berupa donasi dan amanah ZIS pada lembaga tersebut, ia mungkin akan berumur panjang.

Popularitas sebuah OPZ tak selalu in-line dengan dukungan donasi. Sehingga, sejumlah OPZ sejak awal menyadari hal ini. Untuk itulah, persoalan trust ini menjadi konsens serius OPZ. Dampak dari soal kepercayaan ini misalnya berujung pada muncul dan berkembangnya sejumlah alasan muzaki (pihak yang berzakat) untuk menyalurkan sendiri zakatnya kepada mustahik (kaum yang berhak menerima zakat).   

Isu akuntabilitas dan transparansi sebagai turunan dari soal kepercayaan masyarakat harus diakui masih menjadi masalah utama yang menggelayuti sebagian besar lembaga pengelola zakat di Indonesia, baik yang dikelola pemerintah maupun yang dikelola oleh masyarakat.

Kedua, Meningkatkan Proses Edukasi, Sosialisasi dan Kampanye Zakat

Literasi zakat berpengaruh pada kesadaran berzakat ditengah masyarakat. Semakin baik literasi zakat-nya, idealnya semakin meningkat pula pengelolaan zakatnya.

Sekadar berkaca, pada 2020, Puskas Baznas mengeluarkan Indeks Literasi Zakat di Indonesia, tepatnya pada Juni 2020. Angka indeks tersebut memiliki rata-rata nasional 66,78 dari nilai minimal 0 dan maksimal 100. Dari angka ini, kita bisa melihat bahwa literasi zakat di Indonesia masih kategori moderat atau menengah.

Baca juga : Retizen, Dapat Cuan dari Tulisan

Dari tahun sebelumnya, ataupun setelahnya, indeks ini tak berubah signifikan. Secara rata-rata kita berada di kategori moderat. Padahal secara ideal, dengan kondisi Muslim yang mayoritas, indeks zakat kita mestinya lebih baik. Ini akan berdampak pada literasi zakat juga pada sosialisasi zakat yang ternyata belum cukup massif.

Sejumlah titik pembelajaran zakat lebih banyak melalui saluran sekolah, pesantren maupun kelembagaan pendidikan yang ada. Dengan kondisi zakat lebih banyak hanya dipelajari pada pelajaran agama Islam di sekolah dan perguruan tinggi dan pesantren-pesantren, maka literasi zakat dalam dimensi pemahaman lanjutan soal zakat tergolong rendah atau hanya 56,68. Hal ini sekali lagi berdampak pada pada realisasi zakat. Dari potensi yang bisa mencapai Rp 233 triliun, kita baru mencapai kisaran 10 persen saja pengelolaannya.

Walau hari ini telah ada lebih 534 OPZ di seluruh Indonesia, namun tetap diperlukan sosialisasi, edukasi serta kampanye zakat untuk masyarakat. Hal ini tak lain agar zakat semakin luas dikenal, juga meningkat indeks literasinya di tengah masyarakat. Seluruh OPZ yang ada harus menyatukan langkah, berkolaborasi menyusun langkah strategis untuk melakukan kampanye zakat agar meningkatkan literasi dan kesadaran berzakat.

Ketiga, Meningkatkan Kapasitas SDM OPZ

Persoalan SDM kian menjadi penting bagi organisasi pengelola zakat. Di tengah situasi ekonomi sosial politik yang terus berubah, lembaga pengelola zakat dan lembaga filatropi Islam umumnya harus memiliki memiliki SDM yang tangguh dan adaptif. Mereka siap berubah dan menyesuaikan diri dengan baik serta kreatif.

Baca juga : Warga Lokal Tolak Pembangunan Masjid Daegu Korsel, Kelompok Sipil Ajukan Petisi

SDM amil juga harus tanggap terhadap perubahan dinamika di tingkat lokal, nasional maupun global. Mereka juga harusa memahami tata kelola kelembagaan zakat dengan baik serta bersifat agile dan mampu menunjukan spirit transparansi sesuai tuntutan masyarakat terkait standar akuntabilitas publik.

Di luar hal tadi, SDM di dunia zakat dan filantropi Islam ini juga harus mampu beradptasi terhadap perkembangan teknologi terkini. Walau tidak harus semua orang mampu, setidaknya ada beberapa orang dalam satu lembaga OPZ yang kompeten soal pemanfaatkan teknologi informasi untuk komunikasi publik seperti branding dan akuntabilitas. Hal ini diperlukan untuk memperkuat kolaborasi dengan berbagai pihak serta untuk memaksimalkan program serta meningkatkan kepercayaan publik.

Yang lain, soal SDM ini juga berkaitan dengan kompetensi. SDM amil zakat selama ini rendah dikarenakan dua sebab. Pertama, belum sungguh-sungguh menjadikan profesi amil ini sebagai profesi yang ditekuni. Kedua, belum terpenuhinya kemampuan pengembangan SDM secara baik dan berkelanjutan.

Pertama, SDM rendah umumnya karena masih ada sebagian amil yang belum menjadikan pekerjaan ini sebagai pilihan karier. Sebagian mereka menjadikan pekerjaan amil zakat ini sebagai sampingan atau pekerjaan paruh waktu. Sebagian lainnya, memperlakukan pekerjaan amil-nya ketika mengelola zakat hanya sekedar mengisi waktu luang atau mengisi hari tua bagi yang sudah pensiun.

Kedua, terkait pengrmbangan SDM. Pekerjaan yang berhubungan denga capacity and trust building pada dasarnya tidak mudah. Ia bukan saja butuh waktu, juga daya dukung dan support yang matang, baik soal infrastruktur maupun kurikulum yang dimiliki.

Baca juga : Erdogan: Cristiano Ronaldo Dicadangkan karena Dukung Palestina

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement