Ahad 25 Dec 2022 11:20 WIB

UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak di Kota Surabaya Siap Beroperasi

Operasional UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak tinggal rekomendasi gubernur

Red: Nur Aini
Seorang anggota Polwan menyematkan pin pada seorang penumpang angkot ketika memperingati Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak di Monumen Perjuangan Polri Surabaya, Jatim, Senin (26/11). Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) di Kota Surabaya siap beroperasi dan tinggal menunggu rekomendasi dari Gubernur Jawa Timur.
Foto: Antara
Seorang anggota Polwan menyematkan pin pada seorang penumpang angkot ketika memperingati Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak di Monumen Perjuangan Polri Surabaya, Jatim, Senin (26/11). Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) di Kota Surabaya siap beroperasi dan tinggal menunggu rekomendasi dari Gubernur Jawa Timur.

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) di Kota Surabaya siap beroperasi dan tinggal menunggu rekomendasi dari Gubernur Jawa Timur. "Seluruh kebutuhan, seperti sarana prasarana hingga personel sudah disiapkan oleh Pemkot Surabaya. Kantornya pun sudah disiapkan di sebelah Kantor Kelurahan Nginden Jangkungan," kata Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3A-PPKB) Kota Surabaya Tomi Ardiyanto di Surabaya, Ahad (25/11/2022).

Menurut dia, dengan adanya UPTD PPA, pemkot akan memiliki kemampuan yang lebih besar dalam menangani permasalahan perempuan dan anak, karena selama ini penanganan dilakukan oleh Unit Pusat Pelayanan (UPT) Terpadu PPA Surabaya. "Jadi, istilahnya mendorong kami untuk tahun depan menuntaskan permasalahan-permasalahan penanganan perempuan dan anak," ujar dia.

Baca Juga

Tomi mencontohkan penanganan terhadap kasus perempuan dan anak yang bisa dijangkau oleh UPTD PPA Surabaya, misalnya ketika terjadi kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), pihaknya tak hanya sekadar melihat dari persoalan anak tersebut, melainkan persoalan itu juga dilihat dari sisi keluarga, komunitas maupun lingkungannya. "Ekosistem di lingkungan anak itu bagaimana, mendukung atau tidak. Kemudian, dari hasil penjangkauan UPTD PPA, kami bisa melihat dan menjangkau, permasalahannya ada di sosial, belum masuk MBR atau belum dapat intervensi dari pemkot, kemudian kami arahkan ke dinas teknis," kata dia.

Tomi menilai pendirian UPTD PPA di Kota Surabaya sangat penting sebagai upaya dalam menyelesaikan permasalahan kasus yang terjadi pada anak maupun perempuan agar lebih komprehensif dan menyeluruh. "Jadi, kolaborasinya secara holistik dan integratif. Kita juga sudah ada dua selter yang kami punya. Ada selter perempuan dan anak, untuk laki dan perempuan," kata dia.

Oleh sebab itu, lanjut dia, untuk mendukung penanganan terhadap persoalan anak dan perempuan ini, DP3A-PPKB Kota Surabaya mendirikan UPTD PPA. Meski demikian, UPTD ini baru dapat berjalan apabila sudah mendapatkan rekomendasi dari Gubernur Jawa Timur. "Rekomendasi terbentuknya UPTD PPA itu harus tanda tangan Gubernur. Kami tinggal menunggu itu saja, semuanya sudah kita siapkan," kata Tomi.

Dia mengatakan saat ini kepedulian masyarakat terhadap kasus KDRT pada anak dan perempuan meningkat. Artinya, perhatian masyarakat untuk melapor apabila menjumpai kasus KDRT sekarang meningkat.

Tomi memandang karena partisipasi masyarakat melaporkan permasalahan pada anak dan perempuan di Surabaya meningkat, otomatis kasusnya juga ikut naik. Oleh sebab itu, dia menilai peningkatan kasus pada anak dan perempuan ini karena diiringi meningkatnya kepedulian masyarakat terhadap lingkungannya. "Jadi, kami melihatnya bukan karena kasusnya naik, jumlahnya naik. Tapi, bagaimana sistem yang kami bangun itu bisa melakukan pencegahan dan penanganan terhadap kasus perempuan dan anak," ujar dia.

Dia menambahkan kasus yang terjadi terhadap anak dan perempuan di Surabaya pada tahun 2022 didominasi KDRT. Misalnya, karena kekerasan secara fisik, verbal, penelantaran anak, hingga eksploitasi ekonomi terhadap anak. "Total 152 kasus hingga November 2022. Kalau kemarin (2021), sekitar 116 kasus KDRT pada anak dan perempuan," kata Tomi.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement