REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden Ma'ruf Amin menanggapi permintaan pemerintah Belanda. Katanya, pemerintah baru akan merespons permintaan maaf Belanda terkait perbudayakan selama masa penjajahan jika dilakukan secara resmi.
"Kalau dia memang itu (minta maaf) ajukan saja resmi kepada pemerintah. Pemerintah nanti akan merespons," ujar Ma'ruf dalam keterangan persnya di Nusa Dua, Bali, Jumat (23/12/2022).
Ma'ruf menjelaskan, Pemerintah belum bisa merespons saat ini karena belum jelas maksud dari permintaan maaf tersebut. Kondisi ini berbeda, jika Pemerintah Belanda mengajukan permintaan maaf secara resmi ke Indonesia.
"Seperti apa responsnya kan, pemerintah akan memperbincangkan itu. Kan begitu jadi tidak jelas (permintaan maafnya), itu sampaikan saja pada pemerintah, jadi pemerintah akan merespons seperti apa," ujar Ma'ruf.
Perdana Menteri (PM) Belanda Mark Rutte pada Senin (19/12/2022) secara resmi meminta maaf atas 250 tahun keterlibatan Belanda dalam perbudakan. Ia menyebutnya sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan.
Permohonan maaf resmi datang hampir 150 tahun setelah berakhirnya perbudakan Belanda terhadap koloni negara Eropa tersebut termasuk Indonesia, Suriname, dan pulau-pulau seperti Curacao dan Aruba di Karibia. "Hari ini atas nama pemerintah Belanda, saya meminta maaf atas tindakan negara Belanda di masa lalu," ujar Rutte dalam pidatonya di Den Haag seperti dikutip laman Channel News Asia, Selasa (20/12/2022).
Ia mengulangi permintaan maaf dalam bahasa Inggris, Papiamento, dan Sranan Tongo, bahasa yang digunakan di kepulauan Karibia dan di Suriname. "Negara Belanda di Belanda memikul tanggung jawab atas penderitaan besar yang menimpa orang-orang yang diperbudak dan keturunan mereka," kata Rutte di Arsip Nasional Den Haag.
"Kami, yang hidup di sini dan sekarang, hanya bisa mengakui dan mengutuk perbudakan dalam istilah yang paling jelas sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan," ujarnya menambahkan.