REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Presiden Joko Widodo terus menyampaikan sikap optimistis kalau bangsa Indonesia akan mampu menghadapi ancaman krisis pada 2023 mendatang. Namun, sikap itu harus dibarengi kewaspadaan dan hati-hati dengan persiapan yang matang.
Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi PAN, Achmad Hafisz Tohir merasa, pemerintah Indonesia tidak perlu khawatir berlebihan dalam menghadapi krisis global yang akan terjadi tahun depan. Sebab, indonesia didukung sumber daya yang mumpuni.
Tapi, ia mengingatkan pemerintah, baik pusat dan daerah, harus siap antisipasi dengan mempersiapkan rencana-rencana yang matang. Hafisz menilai, Indonesia hanya sebagian kecil yang akan mengalami itu karena SDA dan SDM yang dimiliki.
Hafisz berpendapat, Indonesia akan tetap bisa menghadapi krisis global yang sudah diprediksi terjadi pada 2023 mendatang. Karenanya, ia melihat, optimistis yang disampaikan pemerintah memang betul, sehingga perlu diberikan dukungan.
"Apa yang disampaikan pemerintah itu sekitar 80 persen saya dukung dan memang betul seperti itu. Tapi, bukan berarti kita tidak bersiap," kata Hafisz, Rabu (21/12/2022).
Wakil Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI tersebut menekankan, dampak krisis global akan lebih terasa kerugiannya terhadap negara-negara yang tidak mempunyai energi. Seperti negara-negara di Eropa Timur dan Eropa Barat.
Dengan minimnya sumber daya energi berupa minyak dan gas (migas), maka posisi Indonesia akan masih cukup kuat karena daya ekspor migas yang berpotensi bagus. Apalagi, didukung energi fosil sangat besar, gas dalam batu bara dan gas alam.
Di Maluku, misalnya, ada gunung-gunung, sehingga ada vulkanologi. Artinya, ada gas alam panas bumi yang menjadi potensi dari Maluku. Kedua, lanjut Hafisz, ada Blok Masela, sehingga Indonesia memang masih tampak kuat dalam sektor tersebut.
Untuk itu, Hafisz meminta pemerintah Indonesia untuk memanfaatkan potensi itu dengan sebaik-baiknya. Sebab, mata rantai dari krisis global itu, negara tujuan ekspor kita merupakan negara-negara terdampak signifikan oleh krisis tersebut.
"Sehingga, tetap akan ada feedback dari hasil ekspor itu," ujar Hafisz.