Rabu 21 Dec 2022 22:56 WIB

Sumber Daya Alam Modal Besar Hadapi Ancaman Krisis

Pemerintah Indonesia tidak perlu khawatir berlebihan dalam menghadapi krisis global.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Muhammad Hafil
Aktivis lingkungan yang tergabung dalam Extinction Rebellion Indonesia (XR)  melakukan aksi saat Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB) di kawasan Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Ahad (13/11/2022). Dalam aksi tersebut, mereka menuntut kepedulian negara-negara peserta Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 untuk melakukan transisi energi yang berkelanjutan dan berkeadilan sebagai upaya mengatasi krisis iklim serta menemukan solusi bersama atas kondisi ekonomi global. Republika/Thoudy Badai
Foto: Republika/Thoudy Badai
Aktivis lingkungan yang tergabung dalam Extinction Rebellion Indonesia (XR) melakukan aksi saat Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB) di kawasan Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Ahad (13/11/2022). Dalam aksi tersebut, mereka menuntut kepedulian negara-negara peserta Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 untuk melakukan transisi energi yang berkelanjutan dan berkeadilan sebagai upaya mengatasi krisis iklim serta menemukan solusi bersama atas kondisi ekonomi global. Republika/Thoudy Badai

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Presiden Joko Widodo terus menyampaikan sikap optimistis kalau bangsa Indonesia akan mampu menghadapi ancaman krisis pada 2023 mendatang. Namun, sikap itu harus dibarengi kewaspadaan dan hati-hati dengan persiapan yang matang.

Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi PAN, Achmad Hafisz Tohir merasa, pemerintah Indonesia tidak perlu khawatir berlebihan dalam menghadapi krisis global yang akan terjadi tahun depan. Sebab, indonesia didukung sumber daya yang mumpuni.

Baca Juga

Tapi, ia mengingatkan pemerintah, baik pusat dan daerah, harus siap antisipasi dengan mempersiapkan rencana-rencana yang matang. Hafisz menilai, Indonesia hanya sebagian kecil yang akan mengalami itu karena SDA dan SDM yang dimiliki.

Hafisz berpendapat, Indonesia akan tetap bisa menghadapi krisis global yang sudah diprediksi terjadi pada 2023 mendatang. Karenanya, ia melihat, optimistis yang disampaikan pemerintah memang betul, sehingga perlu diberikan dukungan.

"Apa yang disampaikan pemerintah itu sekitar 80 persen saya dukung dan memang betul seperti itu. Tapi, bukan berarti kita tidak bersiap," kata Hafisz, Rabu (21/12/2022).

Wakil Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI tersebut menekankan, dampak krisis global akan lebih terasa kerugiannya terhadap negara-negara yang tidak mempunyai energi. Seperti negara-negara di Eropa Timur dan Eropa Barat.

Dengan minimnya sumber daya energi berupa minyak dan gas (migas), maka posisi Indonesia akan masih cukup kuat karena daya ekspor migas yang berpotensi bagus. Apalagi, didukung energi fosil sangat besar, gas dalam batu bara dan gas alam.

Di Maluku, misalnya, ada gunung-gunung, sehingga ada vulkanologi. Artinya, ada gas alam panas bumi yang menjadi potensi dari Maluku. Kedua, lanjut Hafisz, ada Blok Masela, sehingga Indonesia memang masih tampak kuat dalam sektor tersebut.

Untuk itu, Hafisz meminta pemerintah Indonesia untuk memanfaatkan potensi itu dengan sebaik-baiknya. Sebab, mata rantai dari krisis global itu, negara tujuan ekspor kita merupakan negara-negara terdampak signifikan oleh krisis tersebut.

"Sehingga, tetap akan ada feedback dari hasil ekspor itu," ujar Hafisz.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement