REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kebijakan pemerintah yang kembali menerapkan kebijakan untuk impor beras dengan alasan untuk mencukupi cadangan beras pemerintah (CBS) dipertanyakan banyak pihak. Salah satunya oleh Muhammadiyah yang meragukan perkiraan pemerintah soal CBS tidak mencukupi sampai akhir tahun.
Pemerintah telah mengimpor sebanyak 200 ribu ton beras. Barang impor tersebut sudah sampai di Tanjung Priok pada Jumat (16/12/2022). Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Anwar Abbas mempertanyakan sumber data kebutuhan beras dalam negeri. Pasalnya sampai data yang kerap dirilis oleh instansi pemerintah sering berbeda.
“Pertanyaannya betulkah produksi dalam negeri tidak mencukupi sehingga harus mengimpor. Kalau memang tidak mencukupi, itu datanya dari mana, apakah dari Kemendag, Bulog, Kementan atau BPS,” ujar Abbas, Selasa (20/12/2022).
Rujukan data yang jelas, imbuhnya, diharapkan akan menekan adanya tafsir liar dan menambah persoalan dalam negeri. Selain itu, saat ini juga sedang mendekati tahun politik, maka kebijakan yang diambil harus tepat.
“Hal ini perlu dijelaskan oleh pemerintah karena kalau tidak maka hal ini bisa menimbulkan berbagai tafsiran dan masalah karena negeri ini sebentar lagi akan memasuki tahun politik,” imbuhnya.
Ketua PP Muhammadiyah yang membidangi UMKM, Pemberdayaan Masyarakat, dan Lingkungan Hidup berharap kebijakan yang diambil oleh pemerintah jangan sampai merugikan petani dalam negeri.
“Jika pemerintah tetap mengimpor maka hal demikian tentu jelas akan memukul kehidupan petani di negeri ini yang jumlahnya sangat banyak karena jatuhnya harga dan atau beras mereka tidak laku karena masyarakat lebih memilih membeli beras impor,” tegasnya.