Selasa 20 Dec 2022 17:54 WIB

Dua Orang Ditetapkan Sebagai Tersangka Perusakan Stadion Kanjuruhan

Tersangka diduga tergiur keuntungan pembongkaran karena jual beli besi bekas.

Rep: Wilda Fizriyani/ Red: Agus raharjo
Polres Malang merilis kasus penangkapan tersangka pengrusakan Stadion Kanjuruhan di Mapolres Malang, Kepanjen, Kabupaten Malang, Selasa (20/12/2022).
Foto: Republika/Wilda Fizriyani
Polres Malang merilis kasus penangkapan tersangka pengrusakan Stadion Kanjuruhan di Mapolres Malang, Kepanjen, Kabupaten Malang, Selasa (20/12/2022).

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Sebanyak dua orang ditetapkan sebagai tersangka perusakan Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang. Kedua tersangka tersebut antara lain FHA (19 tahun) selaku penanggung jawab dan YS (46 tahun) sebagai mandor.

Kasi Humas Polres Malang, IPTU Ahmad Taufik mengatakan, kejadian ini bermula pada Ahad (27/11/2022). Saat itu dilaporkan ada sekitar 30 orang masuk ke stadion dengan cara merusak gembok melalui alat las. "Kemudian mengadakan selamatan," kata pria disapa Taufik ini saat dikonfirmasi Republika.co.id, Selasa (20/12/2022).

Baca Juga

Sehari kemudian, sekitar 15 orang pekerja datang untuk izin masuk ke Stadion Kanjuruhan. Namun karena tidak membawa surat perintah kerja, mereka pun ditolak. Kemudian salah satu penanggung jawab yakni FHA (19 tahun) menghadap Kabid Sarpras Dispora Kabupaten Malang.

FHA mengungkapkan tujuannya untuk membongkar stadion kepada Kabid Sarpras Dispora. Namun ketika ditanyakan Surat Perintah Kerja (SPK), yang bersangkutan tidak bisa menunjukkan sehingga dilarang.

Tidak lama kemudian, beberapa pekerja secara diam-diam masuk melalui gerbang pintu A yang tidak dikunci. Lalu mereka tiba-tiba melakukan pembongkaran pagar besi berdiri depan pintu D. Kemudian juga membongkar paving depan pintu B dan F.

"Mengetahui hal tersebut, para pekerja dilarang dan diminta keluar dari Stadion Kanjuruhan oleh Sekdin dan Satpam Dispora," jelasnya.

Untuk melakukan aksinya, tersangka FHA melakukan pembongkaran dengan cara menyuruh para pekerja. Hal ini dilakukan karena merasa sudah menerima SPK dari SH dengan cara membeli sebesar Rp 750 juta dan sudah membayar uang muka sekitar Rp 350 juga. "Namun setelah dibayar dan berusaha untuk memulai pekerjaaan dan dilarang oleh pihak Dispora, saudara SH menghilang dan tidak diketahui keberadaannya," jelasnya.

Sementara itu, modus tersangka YS adalah dengan menyuruh pekerja sesuai ploting untuk melakukan pengelasan. Kemudian juga melakukan perobohan pagar serta pembongkaran paving. Aksi ini sempat dihentikan oleh pihak Dispora dan pembongkaran sempat berhenti. Namun pembongkaran dilanjutkan kembali atas perintah tersangka karena jika tidak menyelesaikannya, para pekerja tidak akan menerima upah. 

 

Menurut Taufik, motif perusakan tersangka ini karena mereka bekerja sebagai pemborong jual beli besi bekas. Mereka tergiur keuntungan dari pembongkaran tersebut dengan perhitungan total penjualan besi bekas Rp 6 miliar. Ditambah dari hasil jual galvalum dan paving bekas Rp 1 miliar dengan total Rp 7 miliar.

Selanjutnya, total tersebut dikurangi biaya pengeluaran Rp 4,25 miliar. Hal ini berarti diperkirakan total keuntungan tersangka senilai Rp 2,75 miliar.

Ada pun fasilitas yang dirusak antara lain pagar tribun dengan panjang 12,5 meter dan lebar 3,70 meter (m). Kemudian pembongkaran paving pintu evakuasi B dengan luas 17,21 meter persegi. Lalu paving pintu evakuasi F dengan luas 34,25 meter persegi juga dibongkar.

Pembongkaran fasilitas ini ditaksir menimbulkan kerugian mencapai Rp 59.753.644,04. Sementara itu, Barang Bukti (BB) yang disita dari TKP dan para tersangka antara lain perlengkapan las, tabung gas, potongan besi stainless, linggis, helm dan rompi proyek, gembok palu dan sebagainya. Kemudian juga ada BB berupa SPK, surat batas-batas perkejaan dan SOP pembersihan bongkaran serta kwitansi.

Akibat kejadian ini, para tersangka dikenakan pasal 170 KUHP Junto pasal 55 ayat 1 (ke-1e) KUHP. Mereka diancam dengan pidana penjara paling lima tahun enam bulan. Kemudian juga dikenakan pasal 406 KUHP Junto pasal 55 ayat 1 (ke-1e) KUHP dengan ancaman pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement