Senin 19 Dec 2022 11:15 WIB

Insentif Kendaraan Listrik Jangan Sampai Buat RI Banjir Impor

Pemberian insentif kendaraan listrik bagian tidak terpisahkan ekosistem.

Kendaraan listrik berbaris.
Foto: EPA-EFE/MADE NAGI
Kendaraan listrik berbaris.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Ekonomi Energi Unversitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi mengingatkan pemerintah terkait pemberian insentif kendaraan listrik (EV). Jangan sampai insentif demi penciptaan pasar di dalam negeri membuat Indonesia dibanjiri produk impor dan perusahaan asing.

"Dalam penciptaan pasar kendaraan listrik, Pemerintah harus mewaspadai jangan sampai pasar dalam negeri dikuasai oleh produk impor dan perusahaan asing. Seperti industri otomotif konvensional," katanya dalam keterangan, Senin (19/12/2022).

Baca Juga

Untuk itu, Fahmy menilai pemerintah harus mensyaratkan pemberian insentif kendaraan listrik, tidak hanya keharusan pabrik di Indonesia. Tetapi juga harus mensyaratkan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) minimal 75 persen.

"Pemerintah harus mensyaratkan juga transfer teknologi, khususnya technological capability dalam waktu lima tahun. Kalau persyaratan tersebut dipenuhi, pada saatnya kendaraan listrik dapat diproduksi sendiri oleh anak-bangsa, yang dipasarkan di pasar dalam negeri dan luar negeri," katanya.

Menurut Fahmy, jika pasar dalam negeri sudah terbentuk, tanpa disuruh pun PLN pasti akan berinvestasi dalam Stasiun Pengisian Listrik Umum (SPLU) di seluruh wilayah Indonesia, lantaran SPLU merupakan investasi yang prospektif. Ia juga menyarankan agar dalam penyediaan SPLU tersebut, PLN bisa menggandeng pengusaha UMKM yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.

Selain itu, PLN juga harus secara "istiqomah" untuk menjalankan program migrasi dari penggunaan batu bara ke energi baru dan terbarukan. Fahmy menilai pemberian insentif kendaraan listrik merupakan bagian tidak terpisahkan dalam pembentukan ekosistem industri nikel, baterai hingga mobil listrik, utamanya dalam menciptakan pasar (market creation).

Insentif juga digelontorkan untuk menekan harga kendaraan listrik, yang saat ini harga masih mahal di pasaran sehingga diharapkan dapat mendorong migrasi konsumen ke kendaraan ramah lingkungan itu. Ia pun memahami keputusan pemerintah untuk memperluas penciptaan pasar kendaraan listrik ke sektor konsumen pribadi lantaran penciptaan pasar EV melalui kendaraan dinas tidak begitu besar.

"Dengan demikian, pemberian subsidi ini bukan semata-mata memberikan subsidi bagi orang kaya yang mampu membeli kendaraan listrik, tetapi lebih untuk mempercepat migrasi dari kendaraan fosil ke kendaraan listrik, yang ramah lingkungan," imbuhnya.

Fahmy menyebut banyak negara lain yang juga memberikan insentif serupa bagi kendaraan listrik secara memadai dan berkelanjutan. Di antaranya Amerika Serikat, China, Norwegia, Belanda, dan Jepang, termasuk sejumlah negara berkembang seperti Thailand, Vietnam, India, dan Sri Langka.

"Melalui insentif kendaraan listrik ini diharapkan ke depan akan tercipta penggunaan energi ramah lingkungan dari hulu hingga hilir, sehingga bukan mustahil bagi Indonesia mencapai zero carbon pada 2060," kata Fahmy Radhi.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement