REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Pusat kembali menggelar sidang lanjutan kasus dugaan korupsi pemberian izin ekspor CPO yang mempengaruhi harga minyak goreng (migor) pada Selasa (13/12). Dalam sidang kali ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyentil pengiriman paket migor.
Awalnya, Jaksa mempertanyakan pengiriman sejumlah kardus migor kepada eks Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi. Pengiriman itu dimintakan salah satu terdakwa mantan Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag Indra Sari Wisnu Wardhana kepada perusahaan migor.
"Ya ada chat meminta migor. Awalnya Pak Lutfi mantan Menteri ngeluh mencari migor susah. Beliau meminta dikirim migor untuk jaga-jaga karena waktu itu sudah malam," kata Indra dalam persidangan tersebut.
Dalam sidang ini, JPU seolah menduga pengiriman paket migor hanyalah kedok pengiriman uang suap. Namun ternyata dugaan JPU dipatahkan oleh Indra.
Indra bersikukuh bahwa paket tersebut merupakan pengiriman migor untuk kebutuhan rumah tangga M. Lutfi. Hal itu lantas dibenarkan setelah tim Kejaksaan membongkar paket tersebut.
"Penyidik kejaksaan datang ke rumah tapi nggak disita. Hanya difoto dan dibuka isinya migor. Saya saat itu di rumah melihat langsung. Paket itu tidak pernah diapa-apakan, masih tersegel seperti saat tiba di rumah saya," ujar Indra.
Atas dasar itu, Indra membantah spekulasi pengiriman uang suap pengurusan izin ekspor CPO di dalam paket migor. Ia menjamin hanya dikirimi setidaknya empat dus migor.
"Chat minta migor bukan kode kasih apa-apa, itu kardus isinya benaran migor," ucap Indra.
Sementara itu, Juniver Girsang selaku pengacara Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Master Parulian Tumanggor menyebut JPU sudah salah menduga. Sebab paket tersebut ternyata terbukti berisi migor saja.
"Isunya sangat menarik seakan-akan ada suap. Tadi sudah dibuktikan bahwa itu meminta migor karena langka untuk di rumah pak menteri (Lutfi) meminta tolong disiapkan karena sudah malam," ucap Juniver.
Walau demikian, Juniver menyayangkan JPU yang tak mengakui kesalahan karena salah menduga isi paket. Bahkan JPU tak menyita paket tersebut karena terlanjur salah.
"Kejaksaan grebek itu rumah disangka kirim uang, yang tidak fairnya setelah digrebek dan ketemu migor tidak dibawa dan dijadikan bukti. Seharusnya kalau itu ada dugaan (suap) harus ngaku dong bahwa itu informasinya kurang akurat," ujar Juniver.
Diketahui, dalam kasus ini JPU menjerat mantan Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag Indra Sari Wisnu Wardhana, mantan tim asistensi Menko Bidang Perekonomian, Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei, Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Master Parulian Tumanggor; Senior Manager Corporate Affair PT Victorindo Alam Lestari, Stanley Ma; dan General Manager Bagian General Affair PT Musim Mas, Pierre Togar Sitanggang. Mereka diduga memperkaya beberapa perusahaan hingga merugikan negara Rp18,3 triliun.
JPU mendakwa Indra, Lin Che Wei, Master, Stanley, dan Pierre melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-Undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.