REPUBLIKA.CO.ID, oleh Febryan A
Kepulauan Wididi Kabupaten Halmahera Selatan, Maluku Utara diketahui saat ini di-listing di situs lelang asing Sotheby’s Concierge Auctions yang berbasis di New York, Amerika Serikat pada 8-14 Desember 2022. Mengingat Indonesia melarang penjualan kepulauan kepada warga asing, lelang itu diduga mengakali dengan cara menawarkan saham PT Leadership Islands Indonesia (LLI).
Lelang tersebut menimbulkan kekhawatiran di antara beberapa konservasionis yang kemudian viral di media sosial. Mereka mengatakan bahwa pembangunan di pulau tersebut dapat memutus komunitas lokal dan merusak ekosistemnya.
Pada Senin (5/12/2022), Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian buka suara ihwal polemik Kepulauan Widi. Menurut Tito, gugusan pulau tak berpenghuni itu dilelang bukan untuk dijual, melainkan untuk menarik investasi asing.
"Tujuannya bukan lelang buat dijual. Tujuannya untuk menarik investor asing. Nah itu boleh-boleh saja," kata Tito kepada wartawan di kantornya, Jakarta, Senin (5/12/2022).
Tito pun menjelaskan duduk perkara lelang atas pulau milik Indonesia itu. Dia mengatakan, PT LLI awalnya mendapatkan izin pengelolaan Kepulauan Widi dari Pemerintah Kabupaten Halmahera Selatan dan Pemerintah Provinsi Maluku Utara pada 2015 lalu. Izin pengelolaan diberikan selama tujuh tahun.
Dalam nota kesepahaman (MoU) dengan pemda, kata Tito, perusahaan yang berbasis di Bali itu akan mengembangkan Kepulauan Widi menjadi tempat ekowisata seperti wisata diving dan snorkeling. Namun nyatanya, PT LII hingga tahun 2022 atau jelang izinnya habis ternyata tak kunjung mengembangkan kepulauan tersebut untuk ekowisata.
Menurut Tito, PT LII kemungkinan kekurangan modal untuk mengembangkan puluhan pulau tersebut. "Nah dia (PT LII) kemudian mencari pemodal, mencari pemodal asing. Makanya dia naikkan ke lelang itu," ujar Tito.
Menurut Tito, investor asing boleh menanamkan modal untuk pengembangan Kepulauan Wadi, tapi tidak boleh memiliki gugusan pulau tersebut. "Soal kepemilikan, tentu asing tidak boleh dan tidak mungkin, karena undang-undang tidak memperbolehkan asing untuk memiliki," ujarnya menegaskan.
Tito menambahkan, jika PT LII masih ingin mengembangkan kepulauan tersebut serta menarik investor asing, perusahaan tersebut harus memperpanjang izin pengelolaannya dengan pemda setempat. Perusahaan tersebut juga harus meminta persetujuan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) karena sebagian wilayah kepulauan itu merupakan wilayah konservasi.
Tito mengaku belum mengetahui secara pasti apakah PT LII sudah mendapatkan perpanjangan izin pengelolaan atau belum. Menurutnya, jika memang izin PT LII sudah habis, maka perusahaan tersebut tidak boleh melanjutkan pengembangan.
"Kalau izinnya sudah mati, ya MoU-nya selesai. Harus diperpanjang atau sama sekali tidak dilanjutkan," kata Tito.