REPUBLIKA.CO.ID, BADUNG -- Ketua Pengurus Besar Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PB PDGI) Usman Sumantri menyebut penyebaran atau distribusi dokter gigi di Indonesia harus diatur agar merata. Saat ini, sejumlah daerah masih kekurangan dokter gigi.
"Dokter gigi di Indonesia sangat kurang, sekarang kalau pakai rasio itu posisinya 14 banding 100 ribu, kira-kira satu dokter gigi untuk sekitar 7.000 pasien dan mereka tinggalnya di kota-kota besar, jadi bicara di NTT atau Maluku tidak ada," kata Usman ketika dijumpai di acara Bulan Kesehatan Gigi Nasional (BKGN) 2022 Universitas Udayana, Bali, Senin (5/12/2022).
Pemerintah, menurut Usman, memang tidak mempunyai kebijakan menutup kesempatan praktik dokter gigi di suatu daerah karena sudah banyak. Ia berpendapat ke depan seharusnya ada aturan seperti itu.
"Misal di Bali sudah banyak, tidak boleh lagi (ada praktik baru dokter gigi), supaya mereka mau ke daerah lain," ujarnya.
Terkait daerah dengan jumlah dokter gigi yang jauh tertinggal, Usman menyebut Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, Maluku, Maluku Utara, Nusa Tenggara Timur, dan Nusa Tenggara Barat termasuk di antaranya. Ia menyebut sebanyak 57,6 persen masyarakat yang mengeluh sakit gigi, hanya 10,2 persen yang terlayani.
"Sebab, dokter giginya tidak ada. Yang ada hanya di Jakarta, Bali, dan kota besar, tapi Indonesia secara keseluruhan tidak merata," kata Usman.
Menurut Usman, untuk angka 14 dokter gigi per 100.000 penduduk itu sesungguhnya masih kurang. PDGI pun mengusulkan kepada Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi untuk mencetak lebih banyak dokter gigi, terutama spesialis.
"Mendikbudristek dan Menkes kerja sama untuk mempercepat produksi tenaga dokter gigi, karena Puskesmas yang punya dokter gigi hanya 36 persen dari 10.200 Puskesmas, jadi cetaknya setahun itu hanya 2.000-2.500 dokter gigi," kata Usman.