REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo menyebutkan, tidak kurang 300 keluarga yang tercatat berisiko tinggi memiliki anak lahir dalam keadaan stunting (kekerdilan) ikut terdampak bencana gempa di Cianjur, Jawa Barat. "Sekitar 300-an keluarga yang punya risiko tinggi stunting terkena dampak (gempa Cianjur) juga sehingga butuh perhatian lebih serius lagi," kata Hasto di sela acara "Sosialisasi dan Pembekalan Penyuluh Agama dalam Percepatan Penurunan Stunting di Daerah Istimewa Yogyakarta" di Yogyakarta, Rabu (30/11/2022).
Menurut Hasto, sekitar 300 keluarga berisiko tinggi stunting tersebut telah terdata sebagai sasaran penerima bantuan keluarga prasejahtera dari pemerintah. "Keluarga berisiko tinggi stunting itu punya ciri masih usia subur tetapi fasilitasnya kurang," ujar mantan Bupati Kulon Progo ini.
Ratusan keluarga tersebut, kata dia, membutuhkan perhatian serius dari berbagai pihak termasuk BKKBN karena dampak bencana membuat tingkat risiko stunting mereka meningkat. "Risiko lebih tinggi lagi karena mereka kehilangan tempat tinggal, sanitasi, lingkungan. Karena kan stunting sangat dipengaruhi oleh lingkungan, nutrisi, jamban, dan air bersih," ujar dia.
Hasto menyebutkan, hingga saat ini angka stunting di Provinsi Jawa Barat tercatat mencapai 24 persen, kemudian khusus untuk lingkup Kabupaten Cianjur persentasenya mencapai 25 persen. Menurutnya, para penyuluh telah dikerahkan untuk memberikan perhatian khusus bagi keluarga berisiko stunting tersebut.
Selain itu, BKKBN juga mengirimkan bantuan melalui kegiatan kemitraan untuk warga Cianjur yang menjadi korban gempa dengan magnitudo 5,6 itu. "Kami ada memang namanya anggaran kemitraan untuk kegiatan yang bisa untuk membantu korban bencana juga tapi sebagian secara sukarela dari para pihak," ujar Hasto.