REPUBLIKA.CO.ID, CIANJUR - Mayoritas petani di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat masih enggan kembali menggarap sawah karena merasa trauma dengan kejadian gempa bumi yang berlangsung 21 November 2022 dan diikuti rangkaian gempa susulan.
"Kalau dibilang takut sama gempa, ya masih takut. Tapi kan sawah ini sudah jadi kebutuhan (mata pencarian) saya," kata seorang petani Abad Badrudin (72) yang dijumpai Antara di Desa Limbangan Sari, Kecamatan Cianjur, Rabu (30/11/2022).
Abad sudah 25 tahun berprofesi sebagai salah satu petani penggarap lahan kas desa di wilayahnya. Ia bekerja di sawah mulai pukul 07.00 hingga 12.00 WIB per hari.
Tempat tinggalnya di RT 2 RW 11 Desa Limbangan Sari telah hancur diterjang gempa berkekuatan magnitudo 5,6 pada 21 November 2022. Hari ini ia memberanikan diri kembali memperbaiki saluran air di areal sawah yang sempat rusak diguncang gempa.
"Kalau di rumah agak bosan juga memperbaiki rumah, karena uangnya belum ada," katanya.
Abad sangat mengandalkan hasil panen padi jenis Cisadane dan Kongga yang baru ia tanam dua pekan terakhir. "Kalau sudah panen biasanya bisa sampai 17-25 ton. Kalau sudah dikemas dan diproduksi, mereknya Impari 32," ungkapnya.
Petani lainnya di Kampung Rawacina, Desa Nagrak, Aang Nurahmat (49), masih memilih berada di pengungsian bersama belasan tetangganya yang juga berprofesi sebagai petani. "Belum berani (kembali ke sawah). Hari ini saja gempanya masih ada, jadi tunggu dulu aman dan urusan rumah selesai dulu, baru kembali lagi ke sawah," katanya.
Aang adalah salah satu petani penggarap yang sawahnya berada di zona patahan gempa. Lahan sawah seluas 400 meter persegi yang ia garap hancur. "Untungnya, padi yang saya tanam masih masa pertumbuhan, belum siap panen, jadi tidak terlalu rugi," ujar Aang.
Lahan sawah rusak di wilayah itu total mencapai lebih dari lima hektare yang berada di pusat gempa. Situasi di lokasi tampak sepi dari aktivitas petani. Kepala Desa Nagrak Hendy Saiful yang dijumpai di kantor desa setempat membenarkan mayoritas petani di wilayahnya belum berani kembali ke sawah.
Dari total luas desa 422 hektare, sebanyak 313 di antaranya merupakan lahan sawah garapan dan milik penduduk setempat yang dikelola swadaya. Selain ancaman gempa susulan, kata Hendy, areal sawah yang terletak di dataran tinggi itu juga rawan angin puting beliung.
"Selain khawatir gempa, petani di sini ada yang sempat terlempar angin puting beliung saat gempa terjadi. Mereka masih trauma dan memilih tetap ada di rumah atau tenda pengungsian," jelasnya.