REPUBLIKA.CO.ID, CIANJUR -- Tim Disaster Victim Identification (DVI) Polri menjelaskan beberapa kesulitan yang mereka hadapi selama mengidentifikasi jenazah korban gempa di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Kesulitan tersebut mulai dari fasilitas pemeriksaan hingga kondisi jenazah.
Karo Dokpol Pusdokkes Polri Brigjen dr A Nyoman Eddy Purnama Wirawan mengatakan, secara teknis, DVI Polri memiliki sumber daya manusia yang didukung Inafis, dua dokter forensik Polri, tiga dokter forensik setempat, dan teknisi. "Kesulitannya karena semua dikerjakan marathon dengan fasilitas dua meja pemeriksaan. Sementara kami melakukan dasar identifikasi," kata Eddy di RSUD Sayang Cianjur, Sabtu (26/11/2022) sore.
Selain itu, papar dia, kondisi jenazah yang rusak seiring berjalannya waktu menjadi tantangan. Eddy mengatakan pihaknya beruntung mendapat bantuan Inafis dalam pemeriksaan sidik jari.
Namun, paparnya, pemeriksaan akan menjadi lebih kompleks apabila sidik jari tidak dapat diidentifikasi sehingga menggunakan peralatan lebih, tenaga, dan biaya untuk pemeriksaan DNA, seperti temuan bagian tubuh yang tengah diidentifikasi DVI Polri saat ini. "Menurut catatan kami ada tulang kepala, jadi agak susah," kata Eddy.
Eddy meminta masyarakat dan para keluarga yang merasa kehilangan anggota keluarga untuk melapor ke Posko Pengaduan Orang Hilang atau Posko AnteMortem DVI di Instalasi Forensik Rumah Sakit Umum Daerah Sayang Cianjur.
Hingga kemarin, tim DVI Polri telah berhasil mengidentifikasi 27 balita dan 15 anak-anak sebagai korban gempa di Cianjur. "Total korban yang sudah teridentifikasi oleh DVI Polri sebanyak 134 orang," kata Eddy.
"Untuk yang balita itu ada 27 ya. Kemudian untuk yang anak-anak itu 15, dan sisanya 92 orang itu adalah dewasa," tambahnya.