REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi X DPR RI mendorong Perpustakaan Nasional (Perpusnas) RI untuk mempertajam unsur pembangunan literasi masyarakat (UPLM) sebagai variabel kajian penyusunan indeks literasi nasional. Indeks literasi masyarakat yang disusun Perpusnas disebut dapat menjadi landasan kebijakan literasi bagi pemerintah.
"Kami sudah banyak berdiskusi dengan beberapa kementerian dan lembaga tentang literasi, namun kebanyakan hanya berhenti di program dan proyek yang bentuknya fisik saja seperti bangunan dan buku-buku. Jadi jangan sampai berhenti di program saja, tapi bagaimana literasi bisa gerakan, di mana Perpusnas bisa menjadi inisiator untuk mengajak berbagai kementerian dan lembaga berkolaborasi,” ujar Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Abdul Fikri Faqih, dalam rapat dengar pendapat di Jakarta, Kamis (24/11/2022).
Sementara itu, legislator Fraksi Partai Nasional Demokrat (Nasdem), Moh Haerul Amri, menyampaikan apresiasinya atas capaian yang diraih Perpusnas. Dia menilai, Perpusnas perlu melakukan kolaborasi dan sinergitas dengan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) dalam rangka penguatan literasi.
"Perkembangan indeks pembangunan literasi masyarakat dari tahun 2018 hingga 2021 mengalami kenaikan yang signifikan. Saya kira ini capaian yang sangat bagus, namun tentunya harus ada kolaborasi dan sinergitas dengan Kemendikbud," kata dia.
Anggota Komisi X Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), Zainuddin Maliki, mengatakan, kemajuan sebuah bangsa ditentukan oleh jumlah manusia terdidik dan bermental kuat, bukan karena jumlah penduduk maupun sumber daya alamnya.
“Untuk mengukur kualitas manusia terdidik dari suatu negara salah satunya dilihat dari kesadaran literasi masyarakatnya. Dan peran Perpusnas dalam meningkatkan indeks literasi sangat strategis,” jelas dia.
Sementara itu, Anggota Komisi X Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Fahmi Alaydroes, menilai, Perpusnas harus menjadi leading sector dalam pembangunan literasi masyarakat. “Komisi X harus berjuang agar anggaran Perpusnas bisa lebih besar. Narasi pentingnya literasi juga harus terus digelorakan oleh Perpusnas,” jelas dia.
Lebih lanjut, Fahmi mendorong Perpusnas agar meningkatkan koordinasi dengan pemerintah daerah salah satunya melalui penyusunan peraturan daerah. “Dengan begitu gerak langkah peningkatan literasi di seluruh Indonesia dengan dukungan penganggaran di daerah,” kata dia.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Perpusnas, Muhammad Syarif Bando, menjelaskan, literasi bukan hanya sekadar pandai baca tulis. Sejatinya, kata dia, literasi adalah kemampuan menciptakan barang dan jasa yang bermutu yang dapat mengantarkan bangsa Indonesia sebagai bangsa produsen, bukan konsumen.
Untuk itu, Syarif Bando menegaskan, dibutuhkan kesamaan persepsi antara seluruh pihak mengenai makna literasi, sumber daya manusia unggul, negara maju dan produsen. “Manusia unggul adalah manusia yang memiliki kapasitas pengetahuan dan teknologi, juga inovasi dan kreativitas,” kata Syarif Bando.