Rabu 23 Nov 2022 06:35 WIB

Cianjur Digoyang Gempa Sesar Cimandiri, Jakarta Juga Harus Waspadai Sesar Baribis

Gempa sesar Baribis pernah mengguncang kawasan Jakarta pada masa Hindia Belanda.

Sejumlah Aparatur Sipil Negara (ASN) dan pelajar berkumpul di lapangan Balai Kota Jakarta, Senin (21/11/2022). Gempa berkekuatan 5,6 SR yang terjadi di Cianjur hingga terasa di Jakarta membuat ASN berhamburan untuk menyelematkan diri. Republika/Putra M. Akbar
Foto:

Ihwal Gempa Cianjur akibat pergerakan Sesar Cimandiri yang memiliki efek merusak cukup besar, menurut Dekan Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian ITB Irwan Meilano, lantaran hiposentrum gempa yang tergolong dangkal, terdapat lapisan tanah yang cukup halus, dan bangunan di atasnya yang tidak tahan gempa.

"Ada pembelajaran yang bisa dipetik dari bencana kemarin. Concern utama berada di pemerintah dan pemda, perlu ada upaya untuk memahami bahwa daerah tersebut memiliki potensi gempa," kata Irwan, Selasa.

Menurut Irwan, gempa Cianjur adalah gempa dengan pola yang berulang setiap kurang lebih 20 tahun sekali. Sehingga, menurutnya, upaya mitigasi seharusnya sudah dipersiapkan oleh pemerintah daerah (pemda).

Menurutnya, penataan ruang dan kaidah pembangunan yang dilakukan tiap daerah harus disesuaikan dengan struktur geologinya, serta jaraknya dari sumber gempa. "Selain itu, masyarakat juga harus melek literasi dan pengetahuan bahwa mereka tinggal di daerah yang rawan gempa sehingga mitigasi dapat dilakukan," katanya.

Ketika bencana telah terjadi, kata dia, terdapat waktu (golden time) untuk evakuasi yang hanya berkisar rata-rata 30 menit setelah gempa bumi. Hal yang dapat dilakukan setelah bencana terjadi adalah memberikan respons yang terbaik. 

"Kita harus belajar dari Jepang dalam memanfaatkan golden time ini. Rumah sakit darurat, pengungsian sementara, air dan sanitasi yang baik, mulai dipersiapkan sekarang. Jika hanya fokus pada yang terluka, lantas mengesampingkan hal-hal vital yang harus dipersiapkan, maka orang yang selamat pun dapat menjadi korban selanjutnya," paparnya.

Periodesasi 20 tahunan gempa Cianjur juga diamini oleh hasil analisis Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG). Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menyebutkan, gempa serupa pernah terjadi pada 2000 dan 1982.

Oleh karena itu, kata Dwikorita, ke depannya perlu diperhitungkan untuk membangun rumah atau bangunan tahan gempa di daerah rawan seperti Kabupaten Cianjur.

"Analisis kajian BMKG merupakan gempa dengan periode ulang kurang lebih 20 tahun. Sebelumnya tahun 2000 yaitu 22 tahun yang lalu dan sebelumnya lagi tahun 1982, 18 tahun yang lalu, " ujar dia dalam konferensi pers, Selasa.

Dwikorita mengimbau bangunan rumah warga di wilayah tersebut harus tahan gempa. "Dan karena lokasi banyak rumah yang runtuh itu juga berada pada lokasi rawan longsor juga perlu diperhatikan tahan longsor atau mencari tempat yang aman," tambahnya.

Setelah berdiskusi dengan Bupati Cianjur Herman Suherman, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Suharyanto, dan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, maka akan disiapkan bangunan tahan gempa di masa rehabilitasi dan rekonstruksi nanti.

"Karena gempa dapat terulang kemudian dikurang lebih 20 tahun ke depan. Sehingga pada masa pada tahap rekonstruksi mohon benar-benar diperhatikan agar bangunannya tahan gempa," sambung dia.

Saat ini lanjut Dwikorita, BMKG juga melakukan survei untuk mengidentifikasi tanah-tanah yang relatif lebih aman terhadap guncangan gempa. BMKG juga sudah menemui tim mitigasi bencana dari pusat geologi untuk mengkaji tanah yang relatif aman dan tidak aman dari bencana longsor.

"Nanti kami akan integrasikan hasil survei tersebut untuk mendukung proses rekonstruksi dalam menentukan kalau memang terpaksa harus mencari tempat yang aman, ada datanya lah, berbasis data," jelas Dwikorita.

 

photo
Bantul Siapkan Lokasi Evakuasi Korban Bencana - (Republika)

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement