REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Legislasi (Baleg) DPR menggelar rapat pleno pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang akan menggunakan mekanisme omnibus. RUU tersebut disebut akan mencakup 13 undang-undang yang berkaitan dengan sektor kesehatan.
"Dengan menggabungkan undang-undang itu akan jauh lebih mudah untuk kita koordinasikan. Omnibus kesehatan ini dengan menggabungkan sekian banyak undang-undang ya, mungkin ada 13 undang-undang yang akan kita gabungkan menjadi satu," ujar Ketua Baleg Supratman Andi Agtas dalam rapat kerja dengan pemerintah, Selasa (22/11/2020).
RUU Omnibus Kesehatan, jelas Supratman, menjadi salah satu upaya untuk menghadirkan integrasi di sistem kesehatan nasional. Bahkan ia menyebutnya sebagai bagian untuk membangun arsitektur kesehatan di Indonesia.
"Itu adalah bagian upaya dari parlemen dan juga nanti dengan pemerintah untuk melihat bagaimana kita mau membangun sebuah sistem yang integratif. Mulai dari tenaga kesehatannya, tenaga medisnya, kefarmasiannya, penyediaan alat kesehatannya, sampai dengan proses distribusi," ujar Supratman.
Kemudian, ia mengutip pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menyatakan bahwa Indonesia kesulitan menghadapi krisis kesehatan. Karenanya, pandemi Covid-19 dapat menjadi momentum untuk memperbaiki sistem kesehatan nasional.
"Menurut saya dengan pengalaman Covid-19 itu penting kita lakukan, tapi tataran implementasinya, tapi khusus terbatas kepada BPJS yang terkait dengan tugas program yang pertama yang menyangkut sistem jaminan kesehatan nasional. Itu mungkin yang ada singgungannya," ujar Supratman.
Berkaca dari sistem keuangan yang dunia yang ada standar baku dan protokolnya, maka alangkah baiknya dalam sistem kesehatan pun dibentuk protokol yang jelas. "Karena arsitektur kesehatan kita tidak sama dengan arsitektur keuangan dunia yang berlaku. Dalam institusi keuangan ada protokol yang jelas. Nah ini yang belum kita punya. Membentuk sebuah lembaga yang persis sama di bidang keuangan," ungkap Supratman.
Sejumlah undang-undang disebut akan masuk ke dalam revisi UU Kesehatan yang menggunakan mekanisme omnibus. Beberapa di antaranya adalah Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2019 tentang Kebidanan, dan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.
Selain itu, ada pula Undang-Undang 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Serta, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1963 tentang Farmasi dan Undang-Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
Dalam forum yang sama, Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) Dante Saksono Harbuwono mengatakan, saat ini terdapat enam masalah kesehatan di Indonesia. Tiga pertama adalah kurangnya akses ke layanan primer, kurangnya kapasitas pelayanan rujukan di rumah sakit, dan ketahanan kesehatan yang masih lemah.
"(Selanjutnya) Pembiayaan kesehatan yang masih belum efektif, SDM kesehatan yang masih kurang dan tidak merata, minimnya integrasi teknologi kesehatan dan regulasi inovasi bioteknologi," ujar Dante.
Kemenkes, jelas Dante, terus melakukan transformasi kesehatan sebagai upaya untuk dapat menjawab permasalahan layanan kesehatan di masyarakat. Pihaknya berharap agar upaya transformasi kesehatan dapat didukung melalui revisi Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
"Kementerian Kesehatan berharap agar upaya transformasi kesehatan dapat didukung melalui RUU terkait Kesehatan," ujar Dante.