Jumat 18 Nov 2022 21:52 WIB

Korban Gagal Ginjal Akut Ajukan Gugatan Class Action

Negara dinilai rupanya gagal menjamin keselamatan warganya.

Kuasa hukum para korban meninggal akibat gagal ginjal akut, Awan Awan Puryadi, memberi keterangan pers, Jumat (18/11/2022).
Foto: istimewa/doc humas
Kuasa hukum para korban meninggal akibat gagal ginjal akut, Awan Awan Puryadi, memberi keterangan pers, Jumat (18/11/2022).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA —Para korban gagal ginjal akut mengajukan gugatan class action melawan pemerintah dan perusahaan. Mereka telah menunjuk Tim Advokasi untuk Kemanusiaan sebagai pemegang kuasa.

“Kami Tim Advokasi Hukum Untuk Kemanusiaan mengajukan gugatan class action kepada pemerintah demi terpenuhinya keadilan bagi korban,” kata Awan Puryadi, dalam siaran persnya, Jumat (18/11/2022). Mereka menggelar konferensi pers terkait gugatan class action, di cafe Sadjo, Jakarta.

Penunjukkan kuasa hukum ini, menurut Awan, merupakan wujud dari keresahan dan kekecewaan para orang tua korban yang anaknya meninggal akibat Gagal Ginjal Akut.

Diungkapkannya, negara semestinya bertanggungjawab dan memberikan keadilan dan ganti kerugian yang layak bagi para korban. Namun,  negara rupanya gagal menjamin keselamatan warganya. "Gugatan ini menjadi penting dilakukan agar sekaligus menjadi peringatan bagi pemerintah dan perusaahaan obat agar tak main-main dengan nyawa manusia,” ungkap Awan.

Ia menilai selain Kemenkes dan BPOM, produsen obat dan pemasok bahan juga harus ikut bertanggungjawab. Itulah yang menjadi adalah ada sembilan pihak yang menjadi tergugat dalam gugatan ini, yang terdiri dari unsur pemerintah dan swasta.

Pihak swasta, lanjutnya, harus turut memikul beban kesalahan ini. Sebagai produsen obat, harusnya ada quality check yang dilakukan sebelum obat diedarkan. Kemudian saat sedang beredar, mestinya ada quality control yang juga ketat. Di saat yang sama, pemasok bahan obat juga harus memastikan keamanan bahan yang disediakan serta memenuhi standar mutu serta standar keselamatan bagi konsumen.

"Tim kuasa hukum menilai, kejadian hilangnya ratusan nyawa anak tak berdosa ini menunjukkan betapa pemerintah dan perusahaan obat abai atas keselamatan warga,” kata dia.

Gugatan class action ini didasarkan pada penilaian seharusnya peristiwa kelam ini bisa dicegah andai saja Pemerintah dan Swasta benar-benar memiliki itikad baik. Hal ini mengingat, peristiwa serupa bukan baru pertama kali ini terjadi di dunia.

Tim kuasa hukum mencatat setidaknya sejak tahun 1990 telah terjadi peristiwa keracunan zat EG dan DEG yang tersebar di berbagai negara, di antaranya Nigeria tahun 1990 (40 anak meninggal), Bangladesh tahun 1990-1992 (339 anak meninggal), Argentina tahun 1992 (29 anak meninggal), Haiti tahun 1995-1996 (109 anak meninggal), Panama tahun 2006 (219 meninggal) dan Nigeria tahun 2008 (84 anak meninggal).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement