Jumat 18 Nov 2022 00:04 WIB

KemenPPPA Dorong Proses Hukum Ayah Tiri Cabuli Anak di Manokwari

KemenPPPA mengecam keras kasus kekerasan seksual anak di Indonesia

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Gita Amanda
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mengecam keras kasus kekerasan seksual yang terjadi pada anak di Indonesia. (ilustrasi).
Foto: Infografis Republika
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mengecam keras kasus kekerasan seksual yang terjadi pada anak di Indonesia. (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mengecam keras kasus kekerasan seksual yang terjadi pada anak di Indonesia. KemenPPPA menyoroti dugaan kasus kekerasan seksual dilakukan oleh ayah tiri di Manokwari, Papua Barat.

Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA, Nahar, mengingatkan anak seharusnya mendapatkan pemenuhan hak atas perlindungan dari seluruh pihak, terutama orang tuanya. Sebab ia menyayangkan justru tidak sedikit kasus kekerasan seksual yang pelakunya merupakan orang terdekat korban, seperti keluarga, tenaga pendidik, maupun petugas yang berperan dalam perlindungan anak.

"Hal ini menunjukan kekerasan seksual dapat terjadi pada siapa pun, di mana pun, dan kapan pun," kata Nahar dalam keterangannya pada Rabu (16/11/2022).

Dalam kasus ini, terduga pelaku justru melaporkan ibu korban atas dugaan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Ibu korban dan terduga pelaku masing-masing telah memiliki anak dari pernikahan sebelumnya.

Setelah ibu korban melaporkan dugaan pencabulan yang dialami oleh korban ke kepolisian, terduga pelaku pun menganiaya ibu korban. Dalam kejadian tersebut, ibu korban secara refleks melemparkan helm untuk melindungi diri. Tetapi tanpa sengaja mengenai anak kandung terduga pelaku.

"Kami mengapresiasi korban dan ibunya yang berani melaporkan kasus kekerasan seksual yang dialaminya," ucap Nahar.

Jika dilihat dari kasus ini, Nahar menilai seharusnya pihak Aparat Penegak Hukum (APH) mengutamakan penyelidikan terhadap dugaan kasus pencabulan yang dialami korban oleh ayah tirinya dibandingkan aduan dugaan KDRT.

"Karena apabila dilihat dari kronologis yang dilaporkan, pencabulan tersebut telah dilakukan oleh terduga pelaku sejak 2018," ungkap Nahar.

Selain itu, Nahar mendorong APH untuk menuntaskan dugaan kasus tersebut secara cepat, tepat, dan mengedepankan kepentingan terbaik bagi korban. Pelaku dapat dikenai sanksi pidana paling lama 15 tahun penjara sesuai Pasal 82 Undang-Undang Perlindungan Anak plus penambahan 1/3 dari ancaman pidana yang didakwakan karena terduga pelakunya ayah korban.

"Apabila dugaan kasus pencabulan tersebut terbukti, KemenPPPA meminta APH untuk memberikan hukuman sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku," ujar Nahar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement