Kamis 10 Nov 2022 07:17 WIB

Komnas Adukan Persoalan Perempuan Indonesia ke Markas PBB

Komnas Perempuan menyoal Perda-Perda Diskriminatif yang menyasar tubuh perempuan. 

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Agus Yulianto
Mahasiswa menggelar kampanye anti kekerasan terhadap perempuan dan anak. (ilustrasi).
Foto: Antara/Herry Murdy Hermawan
Mahasiswa menggelar kampanye anti kekerasan terhadap perempuan dan anak. (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Komnas Perempuan telah menyerahkan laporan independen yang memuat isu-isu krusial terkait hak perempuan dalam Siklus ke-41 Universal Periodic Review di markas PBB, Swiss. Sebagian besar laporan merupakan pandangan pada tindak lanjut atas rekomendasi yang telah diterima pemerintah Indonesia.

Komnas Perempuan meminta, perhatian Pemerintah RI dan negara-negara peserta serta Komite PBB terhadap sejumlah isu prioritas. Pertama, kekerasan seksual yang melonjak secara ajek tidak berbanding lurus dengan ketersediaan infrastruktur penanganan dan pemulihan korban, kesiapan aparat penegak hukum (APH) dan pengada layanan. 

Kedua, kesehatan seksual dan reproduksi kelompok rentan. Hal ini mengingat terdapat hambatan dalam mengakses layanan kesehatan bagi perempuan kelompok rentan, termasuk dalam situasi bencana dan akses untuk penghentian kehamilan yang tidak diinginkan bagi perempuan korban kekerasan seksual.

"Ketiga, penyiksaan berbasis gender yang masih ditemukan di tempat tahanan dan serupa tahanan, serta hukuman cambuk di Aceh," kata Anggota Komnas Perempuan, Rainy Hutabarat dalam keterangan pers pada Rabu (9/11).

Berikutnya, Komnas Perempuan menyoal Perda-Perda Diskriminatif yang menyasar tubuh perempuan. Lalu masih adanya pelanggaran hak-hak agama minoritasdi antaranya serangan dan kekerasan berbasis intoleransi terhadap minoritas agama dan peraturan pemerintah tentang izin membangun rumah ibadah yang menimbulkan konflik.

"Kemudian, perempuan lansia dimana belum ada kebijakan perlindungan dari kekerasan terhadap perempuan lansia dan pemenuhan kebutuhan khusus," tegas Rainy.

Komnas Perempuan juga mencatat sejumlah rekomendasi dari siklus sebelumnya yang belum sepenuhnya ditindaklanjuti Pemerintah RI. Contohnya penghapusan penyiksaan diiringi ratifikasi Opsional Protokol Konvensi Anti Penyiksaan; pemenuhan kebebasan beragama dan revisi KUHP terkait pasal penistaan agama serta penghapusan perda-perda diskriminatif; penghapusan kebijakan diskriminatif terhadap minoritas seksual dan pemenuhan hak-hak atas pendidikan, pekerjaan dan bebas dari kekerasan.

Atas dasar itu, Komnas Perempuan merekomendasikan Pemerintah mengupayakan dialog konstruktif dengan para negara anggota PBB dalam memberikan informasi yang utuh mengambarkan kondisi kemajuan, tantangan maupun agenda Indonesia dalam upaya pemajuan HAM. 

"Kementerian Luar Negeri agar mengoordinasikan pengadopsian rekomendasi dan pelaksanaannya dengan kementerian terkait. Dan untuk masyarakat dan media agar terus memantau proses pelaksanaan Sidang Ke-4 UPR dan mengawal rekomendasi-rekomendasi agar dilaksanakan Pemerintah RI," ucap Rainy. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement