REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia Yasonna H Laoly membeberkan laporan pembangunan nasional di bidang HAM Indonesia sepanjang lima tahun terakhir dalam Persidangan Universal Periodic Review (UPR) Indonesia, di Markas PBB, Jenewa, Swiss, Rabu (9/11). Dalam sidang tersebut, Yasonna sekaligus menyerahkan laporan HAM nasional ke Dewan HAM PBB.
Yasonna menyampaikan, berbagai kondisi pembangunan di bidang HAM Indonesia antara lain tindaklanjut pemenuhan HAM sesuai dengan 167 rekomendasi yang telah diterima pada UPR sebelumnya. Kemudian, dilaporkan juga perkembangan di bidang perundang-undangan dan peraturan, serta dinamika penegakan hukum.
"Serta tentunya, kehidupan demokrasi dan good governance, penegakan rule of law, peran masyarakat sipil yang kian dinamis, serta engagement Indonesia pada tingkat internasional," kata Yasonna, dalam konferensi pers yang dilakukan secara virtual dari Jenewa, Rabu (11/9).
Yasonna mengatakan dasar dari paparan Indonesia di UPR ke-4 ini semuanya tertuang dalam laporan pembangunan nasional di bidang HAM Indonesia. Adapun laporan itu, lanjut Yasonna, disusun dengan dukungan masyarakat sipil Indonesia dan lembaga-lembaga HAM nasional.
"Telah diserahkan kepada Dewan HAM PBB untuk menjadi rujukan seluruh negara dan pemangku kepentingan lainnya," ujar Yasonna.
Yasonna mengklaim keberhasilan dalam mempromosikan dan melindungi HAM sangat terkait dengan pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs). Oleh karena itu, lanjut Yasonna, pencapaian pemenuhan HAM selama lima tahun terakhir tidak terlepas dari komitmen berkelanjutan pemerintahan.
"Melalui pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas, perbaikan regulasi serta reformasi struktural, serta percepatan pembangunan infrastruktur, agar seluruh rakyat dari Sabang hingga Merauke dapat menikmati kualitas hidup yang sama," ucap Yasonna.
Selain itu, Yasonna mengklaim berbagai kemajuan upaya pemenuhan HAM Indonesia mendapat banyak apresiasi dari negara lain. Di antaranya terkait komitmen untuk terus memajukan capaian RANHAM; memperluas akses kesehatan dan pendidikan, penghapusan kekerasan terhadap perempuan, hingga dalam upaya merevisi KUHP.
Yasonna juga mencatat sejumlah rekomendasi kritis telah disampaikan kepada Indonesia, termasuk isu hukuman mati, isu ratifikasi optional protokol konvensi anti penyiksaan, revisi kitab UU Hukum Pidana. Juga isu kebebasan beragama dan berekspresi, isu perlindungan terhadap Hak Wanira, anak dan disabilitas, serta isu Papua.
"Catatan-catatan penting tersebut, akan ditempatkan sebagai refleksi untuk terus meningkatkan pembangunan kita dan melakukan koreksi lebih lanjut guna meningkatkan kualitas pembangunan kita secara merata bagi kesejahteraan rakyat Indonesia di manapun berada," ucap Yasonna.
Adapun outcome UPR ini dalam bentuk rekomendasi-rekomendasi akan dikonsultasikan lebih lanjut. Bahkan pemerintah Indonesia memiliki hak untuk mendukung atau cukup mencatat saja.
"Pemerintah tentunya akan terus berkomitmen tanpa kenal lelah dalam menunaikan tujuan pembangunan nasional, termasuk di bidang HAM," ujar Yasonna.
Selain Indonesia, pada persidangan UPR bulan November 2022 ini, terdapat 13 negara lainnya yang juga melakukan presentasi UPR. Yaitu Aljazair, Afrika Selatan, Brazil, Belanda, Bahrain, Ekuador, Finlandia, Filipina, India, Inggris, Maroko, Polandia, dan Tunisia.