REPUBLIKA.CO.ID, PALU -- Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) mengapresiasi penanganan prevalensi stunting atau tengkes di Kota Palu, Provinsi Sulawesi Tengah mencapai 23 persen atau di bawah rata-rata nasional 24,4 persen.
"Tentu pencapaian ini langkah yang baik telah dilakukan Pemerintah Kota Palu, meski prevalensi ini menurun, upaya pencegahan harus tetap diutamakan," kata Kepala BKKBN Hasto Wardoyo saat melakukan kunjungan kerja di Palu, Kamis (3/11/2022).
Menurut dia, percepatan pencegahan dan pengendalian tengkes harus mengedepankan aspek-aspek krusial diberbagai sektor, salah satunya lewat pengendalian penduduk melalui program layanan KB dengan mengatur jarak kehamilan bagi pasangan usia subur. Oleh karena itu, upaya penanganan bukan hanya menjadi tanggung jawab instansi pengampuh semata, langkah ini harus dilakukan secara simultan lintas sektor.
"Perlu kolaborasi semua pihak. Keberhasilan ini tidak mungkin tercapai bila tidak melibatkan para pihak," ujar Hasto.
Secara nasional, BKKBN ditetapkan oleh Presiden RI Joko Widodo sebagai penanggungjawab utama dalam program penanggulangan tengkes. Sehingga, institusi tersebut melalui kantor perwakilan pada masing-masing daerah berkolaborasi dengan Pemerintah Daerah (Pemda) melakukan berbagai intervensi program.
"Saya berharap Kota Palu dapat menjadi daerah percontohan penanggulangan stunting. Angka tengkes di Provinsi Sulawesi Tengah saat ini masih di angka 29 persen. Kami juga mengapresiasi Kota Palu telah memiliki mars stunting, dan ini perlu kita dorong untuk menularkan ke daerah lain," tutur Hasto.
Wakil Wali Kota Palu Reny A Lamadjido mengemukakan, pengendalian penduduk menjadi salah satu prioritas dilakukan Pemkot Palu dalam melakukan pencegahan tengkes melalui program KB yang dikolaborasikan dengan sektor kesehatan, ekonomi pendidikan dan sosial budaya.
Menurut data Dinas Kesehatan setempat, jumlah anak terkena tengkes di ibu kota Sulteng mencapai 1.221 balita dari total jumlah 22.400 balita. Secara medis, penanganan dilakukan dengan pemberian tablet tambah darah kepada ibu hamil dan makanan bergizi, begitu pun perlakuan terhadap balita sasaran dengan intervensi pemenuhan cakupan gizi.
"Beberapa waktu lalu, kami juga telah menyalurkan stimulus pangan penanganan stunting kepada keluarga sasaran. Program ini secara berturut-turut dilakukan selama enam bulan guna peningkatan gizi balita dan ibu hamil," demikian Reny.