Jumat 28 Oct 2022 17:16 WIB

Wapres: Jangan Gunakan Politik Identitas yang Memicu Konflik

Pemilu 2019 jadi pelajaran untuk tidak memainkan isu yang memicu konflik.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Ratna Puspita
Wakil Presiden Ma'ruf Amin dalam keterangan pers usai menghadiri Santri Digital untuk Indonesia Bangkit di Pondok Pesantren An Nawawi Tanara, Banten, Jumat (28/10/2022).
Foto: Republika/Fauziah Mursid
Wakil Presiden Ma'ruf Amin dalam keterangan pers usai menghadiri Santri Digital untuk Indonesia Bangkit di Pondok Pesantren An Nawawi Tanara, Banten, Jumat (28/10/2022).

REPUBLIKA.CO.ID, SERANG – Wakil Presiden Ma'ruf Amin mengingatkan elite politik dan partai politik peserta Pemilu 2024 tidak memainkan isu politik identitas demi mengejar kemenangan. Ma'ruf meminta semua pihak untuk menahan diri dari isu-isu yang memicu konflik di masyarakat.

"Pemerintah melalui berbagai Kementerian lembaga kemudian partai-partai politik juga jangan mengusung isu isu yang sifatnya itu politik identitas, kemudian jangan menimbulkan isu-isu yang bisa memicu ya konflik di bawah," ujar Ma'ruf dalam keterangannya kepada wartawan di Pesantren An Nawwawi Tanara, Serang, Banten, Jumat (28/10/2022).

Baca Juga

Pengalaman Pemilu 2019 lalu diharapkan menjadi pelajaran untuk tidak kembali memainkan isu-isu yang memicu konflik di tengah masyarakat. Salah satunya, kata Ma'ruf, politik identitas yang bisa memicu permusuhan di antara masyarakat.

"Kita sudah sepakat tidak menggunakan politik identitas di dalam pemilu nanti 2024," ujar Ma'ruf.

"Jadi kesadaran elite-elite politik juga pokoknya semua pihak, ya, kita akan lakukan, ya, dari semua pihak," tambahnya.

Ma'ruf juga meminta Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) untuk terus melakukan langkah langkah antisipasi terhadap ancaman pergerakan yang mengarah ke radikal menjelang Pemilu 2024 mendatang. Mantan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) ini tidak menutup kemungkinan, politik identitas juga berpeluang dimanfaatkan kelompok-kelompok radikal.

"Pilpres jangan sampai kelompok kelompok radikal kemudian menggunakan dengan misalnya mendorong adanya politik identitas," ujarnya.

"BNPT sudah pasti akan lebih intens ya menghadapi ini dan menyasar berbagai pihak yang kemungkinan ada kelompok-kelompok radikal, dan dari kalangan untuk keamanan intelijen jangan membiarkan adanya kelompok ini muncul ya," ujarnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement